Wednesday, December 31, 2014

Umur, Resolusi, dan Tahun Baru


www.embed.ticketwise.ca

Karena kita tidak tahu sampai kapan umur kita..

Beberapa hari sebelum tahun 2014 berlalu, saya kerap memikirkan tentang hidup: what life means, what it is for. Bukan tanpa apa-apa saya  berpikir demikian. Menjelang tahun baru, National Geographic menayangkan feature tentang 10 tahun tsunami Aceh. Melihat air laut menggulung hingga ke daratan, berikut berbagai material bangunan membuat saya bergidik. Alhamdulillah I wasn’t there.

Masih hangat ,berita tentang pencarian pesawat Air Asia yang jatuh di Laut Jawa. Alhamdulillah, selama naik pesawat, saya selalu selamat sampai tujuan. Padahal, sebagai penumpang, saya memiliki kemungkinan yang sama besar dengan para korban untuk mengalami kecelakaan, yang kata harian Kompas sebesar 1:11 juta. But God says I’m safe and alive.

Tahun 2014 juga merupakan tahun kehilangan bagi keluarga besar saya. Tiga orang anggota keluarga dengan usia beragam, diambil Yang Kuasa dengan cara yang beragam pula. Ada yang mendadak, ada yang karena kanker. Abang yang berusia 40 telah tiada, sementara kakek baru kemarin merayakan ulang tahun ke 93. That means that your age doesn’t determine how close you are to the end.

Umur kita, atau umur tempat tinggal kita, sama-sama misteriusnya. Saat membaca majalah yang membahas tentang betapa pemanasan global sudah menjadi kenyataan, dan kenaikan suhu bumi berlangsung pada kecepatan yang tidak bisa diprediksi, saya pun berpikir: saat saya tua kelak, masihkah saya memiliki air bersih untuk berwudu?

Dari semua pemikiran di atas, saya pun merumuskan resolusi 2015 saya. Semua resolusi pasti yang baik-baik kan ya.. Saya pun demikian, dengan special note bahwa the better life I meant in my resolution would bring me to the best place after life.

Kadang saking sibuknya kita, resolusi kita juga berkisar di kesibukan kita: karir, keuangan, cita-cita, keluarga. Bisa naik jabatan, menaikkan omzet, renovasi rumah, lebih banyak berolahraga dan makan sehat. Semua itu tidak salah, saya pun ingin hidup bahagia di dunia. Namun ,kita bisa meluruskan niat kita untuk apa semua itu kita lakukan.

Saya ingin hidup sehat, mengurangi makanan instan dan lebih rutin berolahraga, karena tubuh ini adalah amanah dari Yang Diatas. Kelak kita akan dimintai pertanggungjawaban bagaimana kita memperlakukan tubuh kita ini.

Saya ingin bisa berkarya lagi, entah kembali mengajar atau menjadi penulis, karena saya ingin hidup saya bermanfaat bagi lebih banyak orang.

Saya ingin bisa mencari rezeki lagi, baik dengan bekerja atau berwirausaha, karena dalam Al Quran disebutkan “…bertebaranlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia Alloh..”

Saya ingin lebih banyak mengaji, dalam artian membaca AlQuran dan membaca terjemahannya, lebih banyak berzikir, rutin berdoa, solat tepat waktu, melakukan solat sunah, lebih banyak bersedekah, bisa menghafalkan lebih banyak surat. Semua berpahala, dan saya ingin hal ini bisa mendinginkan hati yang kerap panas karena situasi yang kurang menyenangkan dalam hidup.

Saya juga ingin menjadi istri yang lebih baik, ibu yang lebih baik, dan anak yang lebih baik…karena mereka orang-orang terdekat yang menjadi ladang pahala bagi kita.

All in all, I want a life worth living, now or in the future.
A more balanced life, not between work and home, but between mundane life and religious one.
To feel safe having enough rewards, if someday we should leave this world.
So, don’t let happiness blinds us from things we should pursue.

Happy New Year.


2 comments:

  1. Another great post. You really know how to write ya Mbak. Tulisannya runtut dan enak buat dibaca. Iri deh.

    ReplyDelete
  2. kyaaa...
    you're too much, miwwa..
    now let me check your blog then

    ReplyDelete