Monday, March 30, 2015

A Job for My Soul


Dulu, saya tidak suka anak-anak. Selain merepotkan, saya juga tidak dianugerahi kemampuan untuk berbasa-basi dan mengajak bermain anak kecil. So, tidak pernah terbersit dalam pikiran saya bahwa kelak saya akan menjadi guru yang mengajar anak-anak..! Setidaknya, itulah pelajaran hidup yang saya ingat sampai sekarang: jangan pernah terlalu membenci sesuatu, karena pada akhirnya Alloh akan mendekatkan kita dengan hal-hal yang tidak kita sukai just to show that nothing is bad if we want to know closer (saya sekarang bersahabat dengan “musuh” saya waktu SD, dan tinggal di kota yang saya paling tidak ingin tinggali x-))

Menjadi guru bukanlah cita-cita saya. Sebagai pembaca setia majalah remaja, saya terobsesi untuk bekerja di majalah tersebut, atau setidaknya di dunia media. Saya sempat mencicipi dunia pertelevisian juga, untuk kepentingan skripsi. Seru sih, karena menantang kita untuk terus menjadi makhluk kreatif. Begitu juga beberapa pekerjaan freelance saat kuliah, seperti peneliti, LO, maupun interpreter  yang menurut saya menyenangkan, apalagi ketika menerima fee, haha..

Namun, “rasa” yang berbeda saya dapatkan ketika mengajar. Standar saya tentang pekerjaan yang awalnya saya ukur dari seberapa menantang, berapa imbalannya, hingga gengsinya untuk ditampilkan di CV mendadak berubah. Ketika mengajar, saya mendapatkan lebih dari sekadar uang dan pengalaman, namun juga kasih sayang dan self-fulfillment. Ketika murid-murid saya yang masih balita bisa lengket sama saya, dan tertawa ketika saya mendongeng, saya merasa bahagia sekali.. Makhluk-makhluk original tersebut benar-benar menunjukkan pada saya bahwa imbalan itu bukan sekadar uang.

Ketika kita berbagi sesuatu dengan orang lain, entah itu dalam konteks bersedekah, memberi pertolongan, ataupun sekadar berbagi ilmu, ada perasaan senang yang sulit dilukiskan. The happy feeling is so deep that suddenly we feel what we are for. Begitu juga dengan mengajar. Saya merasa membagi apa yang saya punya (bukan sekadar transaksi “aku beri kamu bayar”) and I also feel connected to my spiritual life. Tidak ada yang lebih membahagiakan ketika apa yang kita lakukan juga berpahala dan tidak menyalahi aturanNya. Hidup benar-benar tenang rasanya. Thus, I call this as a job for my soul.

Seperti pekerjaan lainnya, tentu saja ada masa ketika hari terasa sangat melelahkan, seperti kelas yang kacau karena anak-anak mendadak susah diatur atau murid baru yang menangis dari awal sampai akhir hingga kita harus mengeluarkan 1001 jurus penenang (dan hanya satu yang mempan, itupun hanya 10 menit, haha). Namun, saya merasa itu semua sebagai bagian dari mengasah skill saya sebagai guru yang lebih berpengalaman dan (kemudian) sebagai ibu. Kalau saja sebelum punya anak saya tidak menjadi guru playgroup, entah apa jadinya anak saya punya ibu yang aslinya emosian ini hehe..

Guru juga harus kreatif, lho. Saya sempat pusing ketika harus menjelaskan tentang pemerintahan ke murid kelas 4 (saya juga pernah mengajar SD). Dijelaskan biasa masih belum paham, buku pelajaran juga tidak begitu membantu karena bahasanya kurang membumi, akhirnya saya buat role play saja. Ditambah dengan kuis, games, dan tanya jawab ringan tentang berita di TV semalam, anak-anak akhirnya bisa lebih paham. Kadang, saya menerapkan konsep marketing communication ketika kuliah ke dalam proses mengajar karena anak-anak itu jujur. Kalau “dagangan” kita tidak menarik, mereka tidak akan “membeli”. Kalau kita membosankan, anak-anak tidak akan senang belajar, apalagi menyerap ilmu yang kita sampaikan.

Salah satu contoh kuis mencocokkan menteri dengan namanya
Jadi, yang awalnya “mendadak guru” karena mengikuti program kepemudaan pemerintah sebagai voluntir di desa terpencil, saya sekarang menjadi guru beneran :D Jangan tanya ijazah ya, karena saya lulusan FISIP :p Belajar lagi dari nol memang sangat menantang, namun dengan passion mengajar sebagai modal, semua bisa dijalani dengan mudah. Jadi, buat yang belum bertemu dengan passionnya, segeralah dicari. It will add a little (or more!) extra happiness and fulfillment to your life dan siapa tahu kelak bisa menjadi profesi.

This post is a part of Indonesian Hijab Blogger Blog Post Challenge.

2 comments:

  1. Sepertinya menyenangkan yah.. Aku pun akhirnya tertarik pengen jadi guru, tapi guru TK.. :D

    ReplyDelete
  2. Kyaah, aku ga bayangin kalo dirimu jadi guru TK Beb, hehe.. but tell me if someday you are one :) it will be fun :D

    ReplyDelete