Tuesday, June 2, 2015

Sabtu Bersama Bapak: Lessons Learned


Setiap kali selesai membaca buku bagus, pasti saya pengen review tulisannya di blog. Entah mengapa, selalu saja tidak kesampaian. Kali ini, saya paksain bikin ala-ala review (karena saya belum pernah bikin review buku) berbentuk poin-poin aja so it’s easier to remember.

Awalnya, saya mengira buku Sabtu Bersama Bapak karya Adhitya Mulya ini berkisah tentang hubungan anak dengan ayahnya. Betul sih, tetapi ternyata yang saya dapat lebih dari itu. Sebagai seorang anak yang baru saja berganti peran menjadi istri dan ibu, saya juga mendapat pelajaran mengenai bagaimana berumah tangga seperti how to raise kids, menjaga keharmonisan dengan pasangan, sampai  pentingnya memiliki financial plan yang matang. Untuk yang sedang mencari jodoh atau berencana menikah, buku ini juga relevan untuk dibaca.

Gak nyangka ya? Ketika baca ringkasannya di cover belakang, sudut-sudut mata saya langsung berair, hehe (makanya saya beberapa kali batal beli, takut mewek). Beberapa bab pertama memang sukses membuat saya nangis, tetapi selanjutnya saya juga dibuat tertawa oleh tingkah kocak sang anak.

Okay, so here’s the lessons I learned from the book:

1.    Ketika seorang lelaki meminta pasangannya untuk menikah, itu berarti ia meminta sang perempuan untuk percaya padanya dan memindahkan bakti perempuan itu dari orang tua ke dirinya. Karena itu, sang lelaki harus bisa memenuhi kewajibannya sebagai suami, lahir batin. Jika batin “siap melindungi”, maka wujudnya adalah punya atap yang dapat yang dapat melindungi istri dari panas dan hujan, meski itu mengontrak. Jika batin “siap menafkahi”, wujudnya adalah punya penghasilan untuk mencukupkan istri dengan wajar. So, nikah tidak hanya modal berani doank.

2.    Seorang anak tidak wajib menjadi baik atau pintar hanya karena dia sulung. Jaman dahulu, anak sulung menjadi sangat dewasa karena kondisi, dengan adik 7 orang misalnya. Sekarang, semua anak wajib menjadi baik dan pintar. Jika ingin memotivasi si sulung, gunakan kata yang positif, seperti: “Kakak, coba ajarin adiknya.Soalnya kalau sama Mama, adik gak mau denger. Dia maunya dengerin Kakak. He thinks you’re smart.” So, semua anak berhak berkembang tanpa beban.

3.    Semakin kita tua, kita memang semakin tidak menarik. Karena itu, kita dan pasangan wajib berolahraga. Memakai pakaian yang enak dilihat, berperilaku menyenangkan, akan turut mempengaruhi tingkat kemenarikan kita di mata pasangan. Sesungguhnya, suami harus bisa menjadi perhiasan yang menyenangkan bagi istrinya, vice versa. So, a little workout might give a big difference to your marriage J

4.    Membangun sebuah hubungan itu butuh dua orang yang solid, sama-sama kuat. Bukan yang saling mengisi kelemahan. Karena untuk menjadi kuat, adalah tanggung jawab masing-masing orang, bukan tanggung jawab orang lain. Misal, A tidak kuat agamanya, lantas cari pacar yang kuat agamanya. Maka, pernikahan mereka akan habis waktunya dengan si kuat melengkapi yang lemah. Padahal, setiap orang wajib menguatkan agama terlepas dari siapa pun jodohnya. Find someone complimentary, not supplementary.

Alhamdulillah...akhirnya saya bisa juga sharing tentang isi buku. Sepertinya ini bukan review ya, hehe..soalnya nggak ada tulisan yang menceritakan isi buku beserta tokohnya. At least, I contribute to transfer the message J
1.      

6 comments:

  1. SBB memang bagus Mbak. Walau berbeda dari yang saya harapkan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mas, bayangan saya juga beda..trnyt kata "bersama bapak" itu bisa menimbulkan banyak persepsi ya

      Delete
    2. Iya mbak. Bener banget. Judulnya bikin pikiran melayang ke yang lain ya.

      Delete
  2. Udah lama pengen beli buku ini, tapi masih maju mundur. Padahal udah banyak baca reviewnya. Kayanya emang harus beli. Makasih reviewnya Kak. :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sangat rekomen untuk dibeli dan dibaca kok. Jangan kayak saya. Beli buku bacanya gak tahu kapan. Hahaha

      Delete