Pagi tadi,
salah satu teman di grup content writer
tempat saya kerja post video MataNajwa yang menginterview Maudy Ayunda. Topik yang teman saya garis bawahi
adalah gimana orang tua Maudy kasih trust
ke anaknya untuk menentukan pilihannya sendiri sejak kecil. Karena pagi tadi
lumayan senggang, nonton lah saya sampe habis.
Jadi, dia
pilih Stanford donk.
Hahah,
nggak nggak, bukan itu sih yang saya pengen ceritain di sini. Setelah berkutat
di dunia permamakan ini, rasanya membahas kampus, mimpi, motivation letter itu udah old
days banget ya. I used to think, I
was there. But then I think, I still can be there. Masalah mimpi mah gak
kenal umur, iya nggak? Maudy bilang, dia pengen banget bikin sekolah, kaya
Najelaa Shihab dengan Cikal-nya. Yes, me
too.
Dulu banget
sih, pengen bikin sekolah. Apalagi pulang dari Kalimantan, ngeliat anak sana
sekolahnya jauh dari kondisi Jogja. Trus, sempet ngajar juga, dan mentahbiskan
diri sebagai seorang guru (walau tanpa gelar sarjana pendidikan) selama
beberapa tahun hingga anak kedua lahir. And
here I am stranded at home, which I still feel grateful for, karena saya
juga jadi gurunya anak-anak saya khannn…pahalanya jelas, bebannya luar biasa.
Mungkin
karena adaptasi menjadi ibu dan ibu rumah tangga serta keterpautan dengan anak
yang susah dilepaskan, tawaran mengajar pun saya abaikan. Nunggu sampai dapet feel nya, nunggu sampai, “Ok, I got to go back to teach!”, pikir
saya. Jadi, mimpi saya untuk membuat
sekolah masih sekadar mimpi, yang kata Maudy “mimpi nanggung”, hahah…iya ya,
katanya pengen tapi nggak effort.
Bismillah,
semoga momen sekarang sebagai ibu rumah tangga bisa untuk memperkaya diri dan
ilmu untuk nanti come back ke dunia
pendidikan. Ga bisa bohong, selama menjadi ibu, banyak kesempatan dimana saya
berpikir, “Ooh, harusnya gini ya cara treat
anak yang lagi tantrum/rebel/dll” yang dulu saya hanya learning by doing tapi missed
di ilmunya karena belum dipertemukan dengan sumber/buku/guru yang tepat. Jadi, instead
of mengubur mimpi, saya masih punya mimpi itu. Waktu eksekusi menyusul,
berikut time plan nya.
Tapi, ini
kok malah ambil job content writer? Why not, selama tidak mengganggu peran utama saya sebagai ibu rumah
tangga. Menulis juga memperkaya ilmu, untuk portfolio
n networking juga. Sekarang kemampuan menulis itu penting, karena tulisan
mudah tersebar luas dengan makin mudahnya akses informasi. Bukan nggak mungkin
dari berbagi ide di dunia maya bisa bertemu kawan sevisi untuk mimpi besar
tadi.
Sebenernya
topik tentang wanita dan mimpi ini pernah disinggung oleh seorang teman baik,
sebut saja Mustika, seorang ibu beranak satu yang kini baru mengawali studi
Ph.D nya di negeri 4 musim. Dalam IG
story nya, ia membahas tentang pidato Glenn Close di Golden Globes 2019 saat
memenangkan best actress dalam film The
Wife. Pidato tersebut menceritakan ibu Glenn Close yang selalu setia pada
ayahnya, pada usia 80 tahun mengatakan, “I
feel like I haven’t accomplished anything.”
……
(walau topik
ini dibahas dengan Mustika via chat dan baca artikel, but for this post I watched the speech on YouTube, and I shed tears…)
Kemudian
kami pun membahas tentang personal
fulfillment, yang oleh Glenn Close disebutkan bahwa wanita harus
memilikinya dan diperbolehkan untuk mencapainya. I said to her, sekarang wanita lebih mudah menemukan passion-nya, apa yang dia mau, dsb,
namun ada juga yang menjadi ibu rumah tangga memang ultimate goalnya. Then she
replied, jangan sampai ya ending-nya
kaya ibunya Glenn Close tadi. Merasa nggak achieve
anything.
Sejujurnya,
mimpi besar saya adalah menjadi ibu dan istri yang baik sesuai keyakinan saya (dan
mimpi nanggung saya adalah bikin sekolah, hehe)… But, it needs a process and
that personal fulfillment definitely will fuel my ultimate goal.
Mau menulis
atau mengajar, I feel fulfilled.
Sejauh ini, hal tersebut sudah cukup untuk menyalurkan passion saya untuk share
knowledge, untuk merasa memberi dampak di luar rumah, thus I feel recharged at home. Written
or verbal, for adults or for kids, tidak masalah buat saya selama karya
saya berada di jalan yang benar dan anak-anak plus suami juga di jalan yang
benar (alias kepegang).
Balance, it is!!
So, have you found your personal fulfillment?