Wednesday, April 24, 2019

Decluttering Dapur Part 2


Setelah bebenah kulkas
Alhamdulillah, saya cukup puas dengan kondisi kulkas saya karena tidak terlalu penuh, baik sebelum dibersihkan maupun setelahnya. Jika mengacu pada teori penyimpanan makanan di kulkas, yang perlu dievaluasi hanya memasukkan tomat saja, haha.. Lalu, saya juga menghindari meletakkan rimpang dan daun bumbu di kulkas. Sementara ini masih di pantry, mau coba cuci bersih lanjut freezer.

Karena saya di rumah, food prep saya tidak terlalu heboh. Belanja sayur seminggu 2-3 kali, belanja daging seminggu sekali yang langsung dicuci lanjut Tupperware masuk freezer. Jadi habis belanja, sayur langsung masuk laci kulkas. Sejauh ini makanan jarang ada yg kebuang. Yang sering kebuang biasanya cabe/tomat/bumbu dapur yang sudah busuk di laci kulkas. Leftover food biasanya maksimal habis dalam dua hari, kecuali makanan yg tidak difavoritkan seisi rumah dan berupa pemberian.
Kalau masalah anggaran sudah sesuai, Alhamdulillah. Prinsip saya belanja sayur ga banyak-banyak karena cepet layu. Mending nggak ada lauk bisa beli, daripada ngebuang makanan. Rasanya guilty. Kalau daging sih prinsipnya sebaliknya: beli sebanyaknya, biar ga bolak balik ke pasar. Sekalian capek, sekalian kotor.
Atas: kiri gelas tamu, tengah bumbu instan, kanan tumbler
Bawah: kiri blender, tengah kursi anak, kanan isi perlengkapan makan jarang pakai
Setelah bebenah pantry
Kalau masalah pantry, Alhamdulillah libur panjang pemilu kemarin berhasil menuntaskan decluttering dapur. Rata-rata yang dieliminasi adalah bumbu instan yang sudah menggumpal atau kadaluwarsa. Banyak juga sambal sachet sisa take away, saya cuci dan saya simpan di wadah terpisah. Wadah penyimpanan stok makanan instan semacam mie dan bumbu saya perbesar dan perbarui (tetap dengan boks sisa makanan arisan yang masih bersih). So far, evaluasi hanya di sambal sachet saja. Sisanya sudah sesuai kebutuhan.

Tambahan, saya jatuh cinta dengan eco enzyme! Seriusss, kinclong banget hasilnya. Saya pernah pakai Mr.Muscle, tapi ada seperti residu yang membuat saya paranoid, nanti kalau masuk ke makanan toxic gak ya? So, I will always use this homemade cleaner. Saya buat di botol air mineral ukuran besar, baru saya pakai seperlimanya. 


Counter bawah kompor (atas kotor, bawah setelah dibersihkan dgn eco enzyme)
Kebiasaan baik yang akan dilakukan
Setelah bebenah dapur, kebiasaan yang harus saya lakukan dengan disiplin adalah:

Harian: membersihkan counter, kompor, dan tepi sink. Dulu, saya males banget. Akhirnya kotoran numpuk, sisa keperluan memasak jadi berantakan, dan bikin males ke dapur. Untuk sampah organik, saya buang ke rumah mertua 1-2 hari sekali karena di sana ada ayam. Lap kotor, saya cuci 1-2 hari sekali. Lap kering dicuci kalau sudah kotor.

Mingguan:
A. Memilah sampah anorganik. Setelah saya cek isi tong sampah kering, ternyata isinya adalah sachet jajanan anak, huhuhu… Si kecil yang picky eater dan underweight ini sering saya kasi biskuit, tapi banyak juga yang dari event ultah (lagi banyak nih) dan Sari Roti. Kenapa targetnya adalah dipilah mingguan, karena I still don’t know where to discard them! Ga ada yg mau nerima sampah sachet. Ecobrick saya berisi guntingan ujung sachet (saat dibuka), foil kemasan obat, segel AMDK. Kalau sachetnya..ga sangguppp…banyak banget…

B. Sortir isi kulkas. Biasanya titik terkotor adalah laci penyimpanan sayur, esp rontokan bayam or kangkung. Semoga istiqomah nyuci laci kulkas.  

Bulanan: Deep cleaning kulkas dan pantry. Kalau pantry, sumber kotorannya biasanya debu di tepi dan bawah rak piring, cipratan minyak di bawah kompor, dan juga area penyimpanan yang sudah mulai berantakan karena ada barang yg tidak pada tempatnya.

Baiklah, sekian cerita (tidak) singkat tentang dapur saya. Never thought cleaning a kitchen could be this detailed, categorized, and challenging. Dibutuhkan kedisiplinan agar dapur tetap cantik dan bersih seperti di Instagram, hahah…

P.S : Post ini merupakan tugas dari @gemarrapi

Saturday, April 20, 2019

Sexy Killers: A Post Election Note



Nyesek. Belum pernah rasanya saya menonton film dokumenter sampai mewek-mewek begini. Adalah Sexy Killers, sebuah film dokumenter tentang bisnis batubara di Indonesia yang membuat saya cukup berurai air mata.

Well, maybe I took it too personally
. Ngeliat ibu yang kehilangan anak karena tenggelam di bekas galian tambang, saya nangis. Membayangkan jika anak tersebut adalah anak saya. Ngeliat petani yang mau ke sawah nggak bisa karena sudah dipagari, dan mereka nggak dikasi ganti rugi, saya nangis lagi. Membayangkan teriakan mereka tidak akan bisa melawan kedzoliman. Ngeliat penderita kanker saluran nafas yang akhirnya meninggal akibat udara yang dihirupnya tercemar PLTU, saya nangis juga. Membayangkan ada ketidakadilan yang menjadi penyebab orang harus terikat dengan obat-obatan seumur hidup itu…saya mengerti sekali rasanya, because it happens in my family. Rasanya powerless. Ujian keikhlasan.

Tapi puncaknya, ketika semua sosok di belakang konglomerasi tambang batubara dimunculkan, dan semua berkaitan, itu rasanya seperti dihianati. Apalagi saya menyelesaikan menonton film ini setelah saya memberikan hak pilih saya dalam pilpres. I wish I didn’t choose one of them. Sekarang saya mengerti mengapa film ini dituduh mengajak orang untuk golput. Because after watching this, we knew that these guys are actors in environmental degradation.

Saya juga penikmat listrik yang dihasilkan oleh industri batubara, saya tidak mengelak. I don’t have any choice on how to protect the environment unless to use the electricity more responsibly. Tetapi mereka yang menjalankan dan menguasai bisnis ini tentu saja memiliki pilihan untuk bagaimana pay back ke lingkungan sesuai hati nurani dan undang-undang. Sayangnya, hati nurani tersebut nampaknya sudah tertutupi oleh sesuatu, you know what.

Lalu, setelah kumpulan rasa kecewa itu datang, I was pulled back into reality. Memang kenyataannya seperti ini, ya Indonesia itu seperti ini. Ketidakadilan itu ada dimana-mana. So do what you can, never stop praying although we’re lucky enough to have life like this. Berdoalah semoga hidup kita berkah, tidak ada tetes darah dan airmata orang lain di sana. Semoga para caleg yang terpilih bisa membawa perubahan, bukan malah terbawa pusaran. Kawan-kawan yang berhati bersih, jika kelak terpilih, semoga bisa kerja tanpa pamrih.

Satu pelajaran utama dari Sexy Killers: jangan mendewakan sosok, Bung! They’re humans. Bersiaplah kecewa jika kita menggantungkan harapan pada seseorang, karena hanya Alloh lah tempat bergantung.



Sunday, April 14, 2019

Mengajak Anak ke Museum Cokelat



Saya penggemar coklat, tapi baru kali ini saya ke museum coklat. Bukan, bukan di Swiss atau negara Eropa lain yang identik dengan oleh-oleh coklatnya, tapi di Jogja. Kaget? Saya juga. Besar di sini kok nggak tau kalau Jogja ternyata punya museum coklat, ya? Ternyata, Museum Coklat Monggo ini baru berdiri awal tahun 2017 meskipun coklatnya sendiri sudah diproduksi sejak tahun 2005.

Awalnya, saya mendaftarkan Aksa (5 tahun) untuk mengikuti playdate yang diadakan oleh Apple Kids Jogja, EO Playdate besutan teman semasa kuliah dulu. Agenda dalam playdate tersebut adalah mengunjungi Museum Coklat Monggo, photo session dengan atribut chef, dan yang paling ditunggu: praktek membuat coklat! Yeayy..!

Lokasinya sekitar setengah jam dari tengah kota, tetapi sampai disana saya langsung takjub karena bangunannya unik dengan mural yang Instagrammable. Musholla bernuansa jawa dengan bedug berada satu lokasi dengan toilet yang tidak kalah cantik. Setelah opening di selasar belakang museum, anak-anak diarahkan masuk museum. Alhamdulillah adem, hahah.. Soalnya saat kami ke sana, hawanya sedang terik luar biasa.



Tur di dalam museum dipandu oleh mbak guide yang menurut saya cocok untuk anak-anak: suaranya lantang, ramah, tanpa kehilangan intonasi bercerita. Saat memasuki museum, kami disuguhi foto-foto orang di balik layar Cokelat Monggo dalam pose belepotan coklat, termasuk Thierry sang pendiri. Etalase berisi berbagai macam cetakan cokelat dan biji cokelat pun menyambut kami di depan pintu masuk. Ada cokelat berbentuk ayam segala lho! Jadi inget coklat ayam jago waktu kecil dulu…

Masuk ke dalam, kita bisa membaca informasi tentang produksi kakao di Indonesia dan DIY dalam bentuk lukisan dinding yang cantik. Tahu kan, Indonesia penghasil kakao terbesar ketiga di dunia?
Di bagian selanjutnya, terdapat penjelasan sejarah coklat di dunia beserta diorama. Guide memandu anak-anak untuk menghitung bersama gambar 30 biji kakao yang harganya pada masa Aztec setara dengan seekor kelinci, karena itu coklat dianggap sebagai barang mewah. Ada juga alat pembuat minuman coklat pada jaman dulu serta etalase berisi berbagai macam jenis cokelat dari zaman dahulu.


Di bagian tengah, terdapat display dengan setting perkebunan coklat dilengkapi dengan biji kakao serta alat panennya. Buat anak-anak yang belum bisa membaca, hal ini seru karena bisa sambil memegang display. Selanjutnya adalah proses pembuatan coklat, dari masih berbentuk biji hingga menjadi coklat siap cetak.

Nah, informasi paling penting yang saya dapat dari kunjungan ini adalah tentang jenis coklat. Kenapa ada coklat yang mengandung vitamin dan mineral tapi ada juga coklat yang bisa bikin batuk? Ternyata kuncinya ada pada kandungan lemak tambahannya. Jajanan coklat yang murah biasanya sudah tidak mengandung padatan coklat lagi, namun hanya mentega coklat yang ditambah minyak nabati dari kelapa sawit dan gula. Termasuk di dalamnya biskuit dan kudapan dengan lapisan coklat. Sementara dark chocolate dengan kandungan kakao 58% lah yang masih mempertahankan mineral penting tersebut, meskipun sudah ditambah gula. Makanya, harganya lebih mahal hehe..


Selesai berkunjung ke museum, anak-anak diajak memakai apron dan topi chef ala chocolatier alias koki pembuat coklat. Setelah itu, acara pungkasan adalah membuat coklat di showroom coklat. Ada meja besar, spuit berisi coklat leleh, tray, dan topping kacang serta dried fruit. Meskipun hanya dipandu seorang chocolatier, anak-anak sukses membuat kepingan coklat dengan topping yang kemudian mereka bawa pulang setelah mengeras. Di showroom ini pula dijual berbagai macam coklat dari yang harganya belasan ribu hingga ratusan ribu. Tidak kalah cantik dengan coklat negeri empat musim, lho!


Oh ya, selain museum dan showroom, ada pula café di sisi kanan pintu masuk. Menunya andalannya adalah hot chocolate 58%. Smoking area terletak di sudut luar museum, terpisah dengan café bernuansa jawa. Plus point nya, café ini memiliki sudut dolanan anak, mulai dari egrang, angklung, bakiak, sampai gasing. Gak akan mati gaya deh kalau ajak anak ke sini.




Yang jelas, for me it’s a must visit one kalau liburan ke Jogja. Museumnya kecil dan tidak membosankan, cocok untuk anak-anak yang nggak betah serius berlama-lama.




Decluttering Dapur

Dapur sebelum decluttering

Prolog: Post ini adalah bagian dari tugas Gemari Pratama, sejenis online course tentang bebenah rumah. Kali ini, saya akan bercerita tentang proses membenahi dapur rumah saya. Selamat membaca.

Proses Decluttering

Meskipun saya menjadwalkan proses decluttering dapur pada awal April, kenyataannya saya baru bisa melakukannya pada awal minggu kedua. Dimulai dari decluttering hal yang paling mengganggu di dapur: tumpukan sampah anorganik yang uncategorized, rak piring dan bumbu, serta kardus penyimpanan yang tidak pernah saya buka.

Diawali dari sampah anorganik, saya pun mau tidak mau harus ke gudang dimana sampah anorganik saya berpusat. Saya pilah berdasarkan sub kategori:
1.                   Sachet, kemasan makanan

2.                   Kertas (termasuk koran, struk, dan sejenisnya)
3.                   Duplex (karton snack box, kardus susu, dan sejenisnya
4.                   Plastik bening yang sudah dicuci
5.                   Tas kresek
6.                   Mika
7.                   Botol/cup/mangkok/cutleries plastic
8.                   Styrofoam
9.                   Plastik bening kotor (untuk ke TPA)
10.               E-waste
11.               Uncategorized (pulpen, spidol)


Pengkategorian di atas tidak saya persiapkan sebelumnya karena ketika action, baru ternyata pemilahannya sebanyak kategori tersebut. Dari decluttering rak piring dan bumbu, saya banyak membuang mangkuk plastik dari hasil beli makanan semacam salad buah, sekaligus cup plastik dari jus atau kopi. Saya sisakan mangkuk dan tutupnya sekitar 6 buah dengan berbagai ukuran untuk keperluan food prep, leftover food, dan ketika bertukar makanan dengan mertua. Saya beri kode dengan marker agar tahu tutup setiap mangkuk. Plastic cutleries juga saya sisakan 3 sendok, 3 garpu, 1 pisau, dua cup obat. Sisanya saya masukkan gudang anorganik. Sementara kardus penyimpanan yang tidak pernah saya buka, malah memberikan harta karun berupa toples dan mangkuk. Kardus ini sisa pindahan 6 bulan lalu, dimana barang yang saya keluarkan di dapur adalah yang saya prediksi akan selalu diperlukan dan ternyata saya kekurangan mangkuk dan toples. Tapi dari kardus tersebut saya juga mengeliminasi beberapa wadah, dan sisanya tetap saya simpan karena suatu saat akan diperlukan (ice tray, satu panci bertangkai, jar, etc).

Nah, progressnya baru sampai situ. Minggu depan kemungkinan panggil go clean untuk deep clean dapur terutama bawah kompor dan rak, lemari penyimpanan bawah counter, beli pengharum (saran teman DDPB sih daun pandan, pasang tirai penutup bawah sink (karena bikin kelihatan kumuh), mencuci rak piring, membuat dua wadah lagi untuk menyimpan bumbu dan gelas.

Kulkas sudah saya benahi saat masih proses penyusunan jadwal karena sudah kotor. Yang saya lakukan adalah mencuci rak kaca dan laci kulkas bagian bawah. Yang belum adalah membersihkan freezer, mencuci pintu bagian bumbu (ada tumpahan bumbu yang lengket), dan declutter sambal dalam jar (karena harus dibuang isinya dan dicuci jarnya. Saya belum mood haha).

Oh ya, satu lagi. Nampaknya saya butuh kardus sesuai sub kategori sampah yang sering ada di dapur agar kasus sampah plastic all in one tidak terjadi lagi. Yang saya perlukan wadah dengan kategori: plastik habis cuci, kemasan makanan, kresek bersih, kresek kotor, semua dengan label. Karena anak saya kalau buang sampah sering tanya, “Bu, ini masuk ke tong yang mana?”. Untuk organic saya sediakan baskom yang rutin di drop ke rumah mertua untuk pakan ayam, untuk sampah yang tidak bisa diapa-apakan lagi diangkut tukang sampah ke TPA.

Tentang sub kategori:

Dari 5 kategori sesuai materi, hanya bahan makanan yang ada sub kategorinya. Yaitu bumbu masak harian, bumbu dapur alami, makanan kemasan (mie, spaghetti, sereal, jelly, bumbu kemasan). Semuanya ada di pantry. Sementara itu, di kulkas ada sayur (tidak saya food prep karena saya full time IRT dan masih sempat olah langsung), daging n frozen food (saya food prep dengan alasan hygiene dan kemudahan proses masak), leftover food (tuppy tertutup agar tidak bau).

Tentang pola makan keluarga:

Menu keseharian, saya memasak hampir tiap hari, belanja bahan makanan di tukang sayur 2-3 hari sekali, belanja ayam/ikan seminggu sekali. Beli makanan di luar biasanya kalau pagi weekend atau mau ada acara pagi sehingga tidak sempat masak, kemungkinan seminggu sekali. Jika sedang ingin makanan tertentu, saya biasa go food. Sekitar 1-2 kali per minggu.

Untuk barang2 di dapur sejauh ini sudah memenuhi kebutuhan, dan menurut saya tidak berlebihan. Apalagi jika dibanding mertua yg ratu dapur, maupun mama yg anti dapur tapi glassware unyu nya banyak.

Saya hanya memakai 2 panci, 2 wajan medium, 1 teflon kecil, 1 wajan mini untuk sambel/reheat Leftover, kukusan tupperware 1. Elektronik hanya blender dan magic com yang di dapur, sementara oven dan mixer di gudang krn setelah berusaha eating clean jadi jarang baking. Peralatan masak juga cuma dua buah per item. Sendok garpu ga sampe selusin piring dan mangkok juga cukup.

Barang yang tidak pernah digunakan? Piring gelas set kado nikah yang luxurious dengan banyak ornamen. Karena saya jarang ada tamu. Sekalinya ada maks. 3 orang dan nyemil aja. Sementara gelas batang saya sudah ada, dan cuma keluar 3 dari boks. Meja makan juga ukuran dua kursi, sementara anak masih kecil. Ngeluarin pecah belah sama juga cari mati haha.. Dan dining set tadi saya taruh gudang, NBU selama 7 tahun pernikahan kami. Saya ga buang or donasikan krn I'm sure one day I'll use it.

Yang tidak pernah disentuh lagi adalah piring lebar. Hanya 4 buah sih, ga saya pakai krn piring reguler masih bisa memenuhi kebutuhan. Mungkin 4 piring td bisa masuk kardus ya.. free up some space.

Jadi sebenernya dapur saya udah sesuai kebutuhan ya.. mungkin ga sparks joy karena pada dasarnya saya emang ga suka masak. Kemudian, rumah ini dapurnya udah tua dgn tegel kusam dan sink bernoda, jadi mindset saya tentang cleanliness jadi terusik. Terakhir, aroma. Sampah organik maksimal 2 hari di dapur sebelum dibawa ke rumah mertua, tp kalau isinya pas heboh, jadi aromanya kemana2.

Dan, thanks to grup DDPB, saya hari ini rencana pergi dua hari, sementara ada sisa gule kambing donksss, akhirnya nurutin saran temen2, masukin kulkas dulu sampahnya, baru buank. Yes, for the first time ever, saya masukin makanan yg udah nyentuh sink ke kulkas (tp di tuppy rapet kok)! Demi kemaslahatan aroma dapur potensi belatung unyu di daging tadi.

Untuk masalah dapur, yg overwhelming hanya sampah anorganik yang saya ceritakan di awal. Oh ya, satu lagi yang berasa overwhelming, macam Maudy Ayunda milih kampus, yaitu decluttering mangkuk plastik! Hahaha.. ini soalnya seriiing bgt dipake. Tapi di dapur udah kaya gunungan aja.. Akhirnya diliatin satu2, dicari yg matched ama tutupnya, dan setelah mempertimbangkan prinsip RASA (especially Rapi dan teraturnya) , saya putuskan menyimpan 2 large, 2 medium, 2 small. Sama ekstra yg masih di sink, 1 besar dan 2 kecil. Done.

Proses organizing
Barang sisa decluttering sementara sudah ada di gudang, masing-masing kategori ada wadahnya, dan akan saya salurkan saat gudang sudah selesai decluttering. Sejauh ini msh ada satu kardus besar dan satu kardus medium yg masih nyampur.

Saya juga dengan seorang teman sudah membuat grup jualan barang preloved, dan kemungkinan ada yg akan saya tawarkan di grup ini. Batas waktu, maksimal akhir april. Jadi Ramadhan udah clear. (dan siap ketambahan sampah kemasan makanan takjil, huhuhu.. sedih saya tuuuh, no Styrofoam please...)

Penataan barang dapur belum yaa.. nunggu go clean dulu sklian saya bikin ekstra kompartemen. Prinsipnya, ga beli storage baru walo pengenn... Tapi kalau tnyt demi alasan hygiene perlu, saya ga masalah kalau akhirnya beli.