Thursday, September 27, 2018

Ya Alloh, Saya Lelah.

Today is not a day that I can enjoy. Uring-uringan dari pagi gara-gara Kakak mogok sekolah padahal sudah masuk ke ruang kelas. Gurunya mbujuk, ibunya ayahnya juga mbujuk tapi gagal. Ibu manyun sampai rumah dan anak sampe mewek kena mulut tajam sang ibu yang kecewa karena ekspektasinya terhadap anak tidak terpenuhi.

Adek lagi susah makan entah apa sebabnya (padahal enggak sakit). Baru dua suap minta mimik (ASI), dan selalu seperti itu untuk ketiga menu sarapan yang berbeda. Deadline numpuk karena siang hari anaknya nggak bisa ditinggal lama, sore hari harus nemenin Adek main keluar, malam hari keburu mati lampu dan berujung tidur. Bangun-bangun ga mungkin bisa lembur karena (masih entah mengapa) Adek selalu minta mimik 4-5 kali pada jam tidur malam.

Ya Alloh. Ngeluh banget saya ini ya, padahal cuma ginian doang. Namun, saya ingat di @haloibu.id kalau it’s okay to complaint. We’re mother but we’re human also. Mungkin saya kurang piknik? Enggak juga, kemarin sempat dua hari mampir ke rumah ortu n ketemu adik saya and it’s quite a refreshing for me. Buktinya, sakit semacam gejala tipus saya langsung sembuh. Mungkin saya kurang iman? Iya banget sih honestly. Jadi gampang kena bisikan setan buat sedih, galau, nggak semangat, dan sebagainya.

Dalam puncak rasa lelah lahir batin tadi saya sholat dhuha. Setelah salam, hati tergerak untuk mengambil buku 5 Guru Kecilku yang ditulis oleh Kiki Barkiah. Sebelum membukanya, saya mohon pada Alloh agar diberi petunjuk lewat buku ini, agar tenang hati saya.

And randomly, tepat pada halaman ini saya membaca:





Alhamdulillah, Alloh tunjukkan saya cerita yang sesuai dengan kondisi saya saat ini. Membacanya membuat saya sadar bahwa saya butuh suntikan semangat karena mengasuh anak itu menguras tenaga dan pikiran. Meneteslah air mata.

Saya juga berpikir, apa sebenarnya prioritas saya? Iya betul, mengurus anak. Tapi kalau sedang ada deadline begini, pikiran mau tidak mau terpecah antara deadline dan urusan rumah. Kalau mau patuh pada manajemen waktu, maka deadline menulis hanya bisa dikerjakan pada malam hari setelah semua tertidur. Salah saya juga kalau siang hari saya suka curi-curi waktu mencari data tulisan dan kemudian bete sendiri karena terinterupsi anak yang minta dibacakan buku atau diprintkan worksheet.

Akhirnya, saya ikutan Kiki Barkiah: menghubungi suami. Saya cuma kirim satu icon sedih, dan suami pun langsung tahu kalau ada sesuatu dengan anak-anak yang bikin saya sedih, hehe… Kami pun video call dan suami pesen ke Kakak agar nurut sama ibu. Adiknya sih belum paham mau dikasi nasehat juga.

Setidaknya, mood saya sudah mendingan setelah baca buku dan telepon suami. Sudah siang juga, stress release nya ga boleh lama-lama. Writing this blog post with a cup of hot white coffee is also my stress release. Tapi kalau mau lengkap sih ditambah baca buku, nglanjutin nonton Posesif di Iflix, trus nonton Belok Kanan Barcelona di XXI, cuci mata di katalog IKEA, atau ngetik di coworking space, bisa dateng ke kajian rutin….without kids. Kemaruk yeee…

Nggak papa lah, hidup harus punya mimpi kan? Sekarang dimimpiin aja dulu karena anak-anak masih pada kecil. Nanti kalau sudah besar, kata Mbak Okina-nya Enlightening Parenting, kita akan bingung sendiri mau ngapain karena punya me time berlimpah dan anak udah punya dunianya sendiri.

Oh ya, mimpi saya jadi ibu sholeha yang sabar kaya Kiki Barkiah namun dengan jumlah anak DUA saja. Sekarang, let’s get back to real life dengan cucian piring setumpuk, keranjang cucian ompol yang besok aja nyucinya, lantai rumah penuh noda nasi keinjek yang sudah kering, dan cari data tentang kehamilan remaja buat tulisan.

Alhamduilllah ya Alloh atas waktu menulis yang sekian menit ini dengan anak anteng di halaman belakang. Terima kasih untuk Mbak Dini Swastiana atas tiga buku Kiki Barkiahnya, semoga Alloh membalas kebaikan Mbak..


Tuesday, September 18, 2018

Lebih Berkah Setelah Hijrah (Cerita Peggy Melati Sukma)



Cerita hijrah seseorang selalu mampu menjadi daya tarik, apalagi jika yang berhijrah adalah public figure. Peggy Melati Sukma adalah salah satu entertainer yang ternyata sudah berhijrah. Saya baru mengetahui hal ini ketika mendapatkan forwarded message WhatsApp sebulan yang lalu tentang pengajian yang akan diisi oleh Peggy. Dari tiga jadwal pengajian yang dijadwalkan, alhamdulillah saya berkesempatan hadir di DeHalal Mart Jogja untuk mendengarkan cerita hijrahnya.

Hari itu, ia memakai gamis berwarna pink dengan jilbab dan cadar berwarna sama. Ia masih terlihat tinggi semampai meskipun sudah tidak tampak lagi auratnya. Rasanya sempat takjub melihat sosoknya, betapa Alloh Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Peggy mengawali kajian dengan doa dan tidak banyak mengumbar senyum, berbeda dengan sebagian besar ustadzah yang menjadi pembicara di pengajian yang saya datangi. Mungkin ia tahu bahwa senyum pun aurat, mungkin juga senyumnya tertutup cadarnya.

Saya tidak begitu ingat awalnya, namun ia cukup banyak bercerita tentang masa kecilnya. Bahwa ia dulu tidak begitu berada, namun orang tuanya taat beragama. Jika ia menginginkan sesuatu, ibunya kerap berkata, “Minta sama Allah”. Namun, perjalanan hidup membuatnya berjalan di jalan lain, yaitu dunia keartisan, terlepas dari keluarganya yang religius.  

“Jaman saya kecil dulu, enggak ada gadget, saya dididik (agama) dengan baik, namun saya bisa jadi seperti itu. Bayangkan sekarang dimana anak bisa tahu apa yang dilakukan anak lain di belahan dunia lain, kebayang kan beratnya jadi orang tua zaman sekarang?” , kurang lebih begitu ujarnya.
Sempat terbersit rasa kuatir dalam diri saya mendengar pernyataan tersebut. Peggy pun menyarankan untuk selalu memanjatkan doa kepada Alloh untuk melindungi kita dan anak cucu kita dari hal-hal yang diinginkan. Ia pun merasa hijrahnya memiliki kaitan dengan doa yang selalu dipanjatkan oleh keluarganya, agar ia kembali ke jalan yang benar.

Hasil Kerja 21 Tahun Habis dalam Tiga Bulan
Dalam menceritakan awal mula berhijrah, Peggy menceritakan bagaimana ia dahulu bisa memiliki segalanya. Honor satu kali naik panggung bisa puluhan juta rupiah, sehingga membeli tas branded seharga ratusan juta pun bisa dengan mudahnya dilakukan hanya dengan mengumpulkan honor tiga-empat kali manggung. Intinya, ujian berupa melimpahnya rezeki makin menjauhkannya dari agama. Gaya hidup dunia entertainment yang seperti apapun sudah pernah dijalaninya.

Namun, titik itu akhirnya datang. Keluarganya berantakan, ia menderita kerugian (ia tidak menceritakan secara detil rugi seperti apa) hingga asetnya habis, kesehatannya bermasalah. Hingga akhirnya Alloh lah tempat kembali. Ia menceritakan betapa beratnya hidup tanpa kekayaan, but somehow she managed to live that way. Ia sempat bingung bagaimana membayar tagihan listrik 5 juta rupiah yang selama ini dengan mudahnya ia bayar. Dapat uang dari mana, ia tidak tahu. Kuncinya hanya doa, maka Alloh yang beri jalan keluar. Yang ajaib, tanaman buah di halaman belakang rumahnya yang selama ini tidak pernah berbuah, mendadak berbuah saat ia mulai berhijrah di tengah keterpurukannya.

Godaan Datang
Saat ia mulai istiqomah berhijab dan meninggalkan dunia keartisan, tawaran main sinetron kembali datang. Peggy memiliki batasan yang harus ditoleransi untuk menyeleksi tawaran yang datang. Ia tidak mau beradegan dengan lawan jenis sebagai sepasang suami istri. Akhirnya, scenario pun diubah. Peran yang disodorkan kali ini adalah seorang janda. Namun, ketika mengetahui janda tersebut memiliki anak lelaki (yang sudah baligh), ia kembali menolak tawaran tersebut karena ada kemungkinan ia beradegan yang tidak sesuai syariat. Akhirnya, ujian tersebut mampu dilewatinya dan Peggy “selamat” dari kembali ke dunia entertainment.

Lebih Berkah Setelah Hijrah
Kini, ia merasakan hidupnya lebih tenang karena dekat dengan Alloh. Keberkahan pun menyelimuti setiap aktivitasnya. Dulu, 21 tahun menjadi artis, ia tidak menghasilkan satu buku pun. Kini, ia telah menulis tujuh judul buku. Bahkan, proses penulisan beberapa judul diantaranya sangat cepat. Saat menjadi artis, ia berkesempatan mengunjungi 7 negara (atau 5 saya lupa). Namun, setelah berhijrah, ia telah mengunjungi lebih dari 20 negara. Ia benar-benar tidak menyangka begitu indah rencana Alloh untuknya, meskipun ia harus kehilangan harta benda duniawi. Peggy pun bercerita, banyak pemberian dari orang-orang yang membuatnya tidak perlu mengeluarkan uang untuk kebutuhan sehari-hari, seperti busana muslimah yang ia pakai sehari-hari.

Ada satu hal yang membuat saya seperti tertohok saat itu. Ia mengingatkan, bahwa suatu hari nanti kita akan dimintai pertanggung jawaban oleh Alloh. Sebagai ibu dan istri, kita akan ditanya tentang tugas utama kita dalam mengemban kedua peran tersebut. Hal “remeh temeh” seperti memasak, membersihkan rumah pun akan dianggap sebagai amal. Karena itu, ingatlah selalu apa peran utama kita di bumi ini, agar kita tidak salah menentukan prioritas.

Alhamdulillah, so glad and thank Alloh I could make it… meskipun membawa dua anak dan segepok mainan dalam ransel mini. Anak-anak kondusif meskipun saya mendengarkan kajian sambil mobile ngikutin si kecil yang hobi jalan.