Wednesday, July 10, 2019

Big Bad Wolf Book Sale Datang ke Jogja!


Finally! Big Bad Wolf Book Sale datang ke Jogja!


Alhamdulillah banget… Setelah sedikit deg-degan karena rumor BBW bakal ke Jogja sudah tersebar sejak awal tahun (dan saya mikir, mana mungkin…katanya butuh kota pelabuhan untuk membawa truk-truk berisi jutaan buku tersebut. Jogja kan nggak punya pelabuhan), ternyata kemarin akun Instagram resmi @bbwbooks_id sudah posting tentang BBW Jogja yang insya Alloh akan berlangsung dari 2-12 Agustus. Nampaknya, kontainer-kontainer tersebut berdiam di suatu tempat dulu biar bisa mengunjungi kota lain.

So, what to expect?

Ekspektasi saya, pengunjungnya beradab. Alasannya, Jogja kota pendidikan. Toko buku kecil aja masih hidup, perpustakaan kota always penuh, pameran buku sering banget, jadi buku bukan hal baru. So, make sense ya harapan saya.

Sebagai pemilik olshop buku anak dan pecinta buku, saya tidak pernah lepas memantau BBW sejak awal hadirnya di Indonesia. Awal BBW di Jakarta, buku berserakan. Sangat tidak manusiawi. Namun, penyelenggaraan di Jakarta tahun-tahun berikutnya, sudah aman. Saya datang sendiri (baca disini) dan tidak ada masalah dengan buku, selain juga sudah ada himbauan dari panitia untuk mengembalikan buku yang tidak jadi dibeli pada tempatnya. Cuma, BBW Jakarta yang Maret lalu aja ada jastip yang mengembalikan buku cancelan nya setumpuk brek di meja yang bukan kategorinya. Padahal kan, ada meja khusus untuk buku yang di cancel. Zzzz…sedih deh sama jastip model gini. Saya sendiri pernah buka jastip dan masih pake hati kalo memperlakukan buku.

Walaupun begitu, masih lebih brutal lagi di Bandung. Saya nitip sodara kesana. Antriannya panjang karena katanya venue nya kecil. Itu ga terlalu masalah sih, berarti animo masayarakat tinggi. Tapi….begitu saya video call untuk request buku di section Children’s Reference and Picture Books…semua udah campur baur dan banyak yang kondisinya udah nggak mulus layaknya buku obralan. Pengen nangis akutuuu… Entah ini pengunjung secara umum atau jastip, yang pasti saya cukup kecewa. Semoga di Jogja nggak brutal, apalagi sampe melempar buku kaya pas di BBW Surabaya (saya liat videonya yang sempat viral).

Ekspektasi kedua adalah tempatnya nyaman. Jogja Expo Center cukup besar untuk menghelat event sekelas BBW dan tempat solatnya nggak sejauh di ICE BSD. Mungkin juga nggak sedingin di ICE BSD. Parkiran luas dan toilet lumayan lah.

Kemudian, makanannya semoga ga semahal di Jakarta dan nggak usah pake kupon-kuponan segala. Di ICE BSD harga 45 ribu rata-rata. Buset dah. Tapi orang Jogja terkenal ngirit kok, hahaha… Apalagi mau buka jastip, mending bawa bekal yah. Minum yang banyak. Jangan sendirian kalo mau cari buku agak lama biar bisa gantian solat n pipis.

Semoga juga ada playground buat anak, nursing room, dan reading corner yang ada storytellernya kaya BBW Jakarta terakhir yang mengundang Brenda-nya Hello.Library.

Kemudian, semoga crew nya well informed. Most cases, crew nya nggak bener-bener tahu buku yang ditawarkan. At least, crew nya hafal buku ini belongs to section mana. Jadi nggak malah menyesatkan pengunjung. Bisa dibikin penanggung jawab per section kan, karena nggak mungkin juga ngapalin semua. Kalau bisa, dipilih orang yang emang ngerti buku. 

Sekian, mari pengiritan dulu biar Agustus bisa belanja buku dengan leluasa.

Tuesday, July 9, 2019

Survey TK BIAS, Al Azhar, Primagama



Keengganan si kakak untuk sekolah membawa saya (kembali) ke dalam perjalanan mencari TK di Jogja utara. Rencana awalnya sih, kami akan membawa kakak ke TK radius 1-2 km dari rumah dengan jam sekolah yang pendek. Sekolah lamanya menjadi jauh dari rumah karena kami pindah beberapa kilometer ke selatan, yang membuat jarak sekolah rumah yang tadinya 5 menit menjadi 20 menit. Kemudian, target sekolah yang kami incar adalah yang biayanya tidak mahal karena setahun lagi kakak harus masuk SD. Sayang uangnya kalau masuk TK premium.

Nah, targetnya adalah Mutiara Qurani non tahfidz (karena yg tahfidz masuknya 7 juta), Taruna AlQuran, TK-TK kecil model konvensional sekitar rumah yang jelas jamnya pendek. Sayangnya, Mutiara Qurani maksimal 5 tahun. Untuk usia kakak, adanya yang kelas tahfidz. Baik, coret.
Taruna AlQuran…melihat dari jauh kayanya kakak ga akan bisa langsung fall in love. Masalah selera aja sih, karena saya sendiri belum pernah dengar reviewnya. Psikolog anak yang kami datangi sebenarnya konsultan juga di Taruna, tapi entah kenapa kami tidak memutuskan untuk mencoba masuk. #kurangsholeh


#1: TKIT BIAS

Di hari pertama, karena si dedek bobok, akhirnya survey TK hanya berdua saja: kakak dan ayah. Sama ayah dibawa ke BIAS Palagan. Hello, ayah, itu out of our budget banget donk donk. Tapi ayahnya membela diri dengan mengungkapkan bahwa ia hanya ingin melihat reaksi si anak dan mengambil video sesuai arahan psikolog.


Di sana, kakak diajak ngobrol oleh seorang ustadzah sambil membaca buku. Jadi, sambil si ustadzah dan kakak membuka-buka buku dan membahas isinya, terselip pertanyaan-pertanyaan seputar keseharian kakak. Ustadzah ini juga pintar mendongeng, lho! Beliau menirukan suara nenek-nenek sambil berjalan membungkuk, hehe.. Anak saya lumayan bisa banyak bercerita jadinya. Aslinya, dia termasuk enggan menjawab pertanyaan dari orang tak dikenal, apalagi disuruh cium tangan..
Sayangnya, kegiatan belajar mengajar sudah berjalan sehingga kakak tidak berkesempatan masuk kelas.

Sepulang dari BIAS, saya tanya kakak suka enggak? Katanya enggak.
Kenapa? Karena nggak kenal temennya (yeee…kalo itu mah balik sekolah lama aja Nak…!)

Dulu saya pernah review TKIT BIAS di sini, termasuk biayanya. Mungkin sekarang ada kenaikan ya.

#2: KB – TK Islam Al Azhar

Eh, eh, eh…katanya nggak mau TK premium, kok malah ke Al Azhar? Ini merupakan hasil diskusi saya dan suami yang akhirnya membuat suami rela merogoh kocek asal anak enjoy sekolah. Karena masih dalam kategori dekat (yes, rumah kami dikelilingi banyak sekolah), kami pun meluncur ke sana di siang bolong. Tetapi, teriknya siang tidak mempengaruhi kenyamanan lingkungan kampus Al Azhar. Saya sebut kampus karena sekolahnya luas sekali dan sangat tertata, rimbun oleh pepohonan, dengan bangunan TK, SD, SMP, SMA yang saling bertetangga.


Kami pun bertanya tentang pendaftaran dan diarahkan oleh satpam untuk ke kantor. Di bagian informasi, kondisinya mengingatkan saya pada kantor guru sewaktu saya SD: meja kayu berlapis kaca, rak kaca berisi file, deretan piala. Guru yang menerima juga kaya guru SD (lha emang guru TK gimana? Maksud saya, tidak menyapa anak saya dan less friendly. Mungkin bukan guru kelas, I’m sure)

Kami pun tanya kuota TK B, dan sudah tidak ada kursi tersisa tahun ini. Alhamdulillah…hahah…soalnya uang masuknya 14 juta cyin…! Tapi memang sih, sekolahnya asri, bersih, rapi, playground nya ada dua dengan instalasi besi yang lumayan beragam. Saya juga suka karena banyak tanaman dan himbauan di tembok untuk menjaga kebersihan. Kakak dan adik sempat main sebentar di playground, kelihatan banget mereka senang. Karena jelas tidak bisa daftar, kami pun tidak melongok ke kelas.
Sewaktu ditanya, mau nggak sekolah disini? Kakak bilang, nggak mau! Dia nggak jawab alasannya kenapa..

#3: TK PG Primagama

Ini yang paling dekat dari rumah tapi premium juga. Sebenarnya saat itu saya ragu, apakah masih buka karena jam sudah menunjukkan pukul 14.30. Namun, ke Budi Mulia Dua sudah jelas tutup kalau mengingat jarak tempuh, walau saya penasaran juga dengan BMD. So, kami pun menyusuri ringroad dan naik ke Jalan Plemburan. Karena gedungnya sudah pindah dari Jalan Kalimantan, kami sedikit mencari-cari Jalan Sebatik dan akhirnya menemukan bangunan bercat hijau tingkat.
Saya masuk duluan untuk memastikan sekolahnya masih buka (dan ternyata masih ada dua guru yang bisa ditanya-tanya). FYI, saya pernah mengajar di sini jadi sedikit banyak punya gambaran tentang kurikulum dan kualitas pengajarnya. Lihat di sini reviewnya.


Kami pun disambut oleh Bunda Eni dan Bunda Leni, Kepala Sekolah. Nah, anak saya yang kecil langsung digendong walau menangis, kelihatan banget kepsek ini pasti sering pegang anak kecil. Akhirnya, mereka bermain di kolam bola dengan asyiknya (bukan yang bulet diisi bola ya, tapi seperti ruang berjaring ukuran 2x2 meter dengan tangga dan perosotan) sementara saya mengobrol di bagian informasi.

Saat ditawarkan untuk melihat kelas, kami pun ikut naik dan anak-anak langsung mengambil buku di rak. Sambil membaca, Bunda Leni mengajak kakak berbicara dan surprisingly kakak nggak terlihat malu-malu. Malah sempat berakting konyol, hehe.. Seneng banget dia kelihatan enjoy. Kebetulan sekali, ada Holiday Class selama 5 hari seharga Rp 250.000. Saya pikir, itung-itung trial class. Kalau cocok, bisa daftar kan. Kalau nggak cocok, kami nggak rugi bandar membayar sekian juta dan mogok seperti di sekolah lama.

Berapa duit? Masuknya 10 juta buibu #elusbukutabungan. Uang naik kelas di sekolah lama 3,2 juta. Tapi kalau bandingin keluar berapa, ngapain kita cari-cari sekolah? Wong tujuannya cari yang anaknya seneng kok.

Nah, hari-hari setelahnya, saya rutin bertanya ke kakak tentang kesan-kesan di tiap sekolah. Jawabannya, dia suka yang terakhir. Saya belum cerita tentang seragam (karena dia anti seragam, di sekolah lama menolak berseragam), itu kita urus belakangan. Saat saya konsultasi via watsap dengan psikolog, dia sudah menduga kakak akan memilih primagama di antara tiga TK tadi, karena beberapa klien beliau juga memilih TK ini karena gurunya diangap komunikatif.

Sekarang, saatnya pengiritan. Demi anak. Alhamdulillah bisa dicicil.