Keengganan
si kakak untuk sekolah membawa saya (kembali) ke dalam perjalanan mencari TK di
Jogja utara. Rencana awalnya sih, kami akan membawa kakak ke TK radius 1-2 km
dari rumah dengan jam sekolah yang pendek. Sekolah lamanya menjadi jauh dari
rumah karena kami pindah beberapa kilometer ke selatan, yang membuat jarak
sekolah rumah yang tadinya 5 menit menjadi 20 menit. Kemudian, target sekolah
yang kami incar adalah yang biayanya tidak mahal karena setahun lagi kakak
harus masuk SD. Sayang uangnya kalau masuk TK premium.
Nah,
targetnya adalah Mutiara Qurani non tahfidz (karena yg tahfidz masuknya 7
juta), Taruna AlQuran, TK-TK kecil model konvensional sekitar rumah yang jelas
jamnya pendek. Sayangnya, Mutiara Qurani maksimal 5 tahun. Untuk usia kakak,
adanya yang kelas tahfidz. Baik, coret.
Taruna
AlQuran…melihat dari jauh kayanya kakak ga akan bisa langsung fall in love.
Masalah selera aja sih, karena saya sendiri belum pernah dengar reviewnya.
Psikolog anak yang kami datangi sebenarnya konsultan juga di Taruna, tapi entah
kenapa kami tidak memutuskan untuk mencoba masuk. #kurangsholeh
#1: TKIT BIAS
Di hari
pertama, karena si dedek bobok, akhirnya survey TK hanya berdua saja: kakak dan
ayah. Sama ayah dibawa ke BIAS Palagan. Hello,
ayah, itu out of our budget banget
donk donk. Tapi ayahnya membela diri dengan mengungkapkan bahwa ia hanya ingin
melihat reaksi si anak dan mengambil video sesuai arahan psikolog.
Di sana,
kakak diajak ngobrol oleh seorang ustadzah sambil membaca buku. Jadi, sambil si
ustadzah dan kakak membuka-buka buku dan membahas isinya, terselip
pertanyaan-pertanyaan seputar keseharian kakak. Ustadzah ini juga pintar
mendongeng, lho! Beliau menirukan suara nenek-nenek sambil berjalan membungkuk,
hehe.. Anak saya lumayan bisa banyak bercerita jadinya. Aslinya, dia termasuk
enggan menjawab pertanyaan dari orang tak dikenal, apalagi disuruh cium tangan..
Sayangnya,
kegiatan belajar mengajar sudah berjalan sehingga kakak tidak berkesempatan
masuk kelas.
Sepulang
dari BIAS, saya tanya kakak suka enggak? Katanya enggak.
Kenapa?
Karena nggak kenal temennya (yeee…kalo itu mah balik sekolah lama aja Nak…!)
Dulu saya
pernah review TKIT BIAS di sini, termasuk biayanya. Mungkin sekarang ada
kenaikan ya.
#2: KB – TK
Islam Al Azhar
Eh, eh, eh…katanya
nggak mau TK premium, kok malah ke Al Azhar? Ini merupakan hasil diskusi saya
dan suami yang akhirnya membuat suami rela merogoh kocek asal anak enjoy
sekolah. Karena masih dalam kategori dekat (yes, rumah kami dikelilingi banyak
sekolah), kami pun meluncur ke sana di siang bolong. Tetapi, teriknya siang
tidak mempengaruhi kenyamanan lingkungan kampus Al Azhar. Saya sebut kampus
karena sekolahnya luas sekali dan sangat tertata, rimbun oleh pepohonan, dengan
bangunan TK, SD, SMP, SMA yang saling bertetangga.
Kami pun
bertanya tentang pendaftaran dan diarahkan oleh satpam untuk ke kantor. Di
bagian informasi, kondisinya mengingatkan saya pada kantor guru sewaktu saya
SD: meja kayu berlapis kaca, rak kaca berisi file, deretan piala. Guru yang
menerima juga kaya guru SD (lha emang guru TK gimana? Maksud saya, tidak
menyapa anak saya dan less friendly.
Mungkin bukan guru kelas, I’m sure)
Kami pun
tanya kuota TK B, dan sudah tidak ada kursi tersisa tahun ini. Alhamdulillah…hahah…soalnya
uang masuknya 14 juta cyin…! Tapi memang sih, sekolahnya asri, bersih, rapi,
playground nya ada dua dengan instalasi besi yang lumayan beragam. Saya juga
suka karena banyak tanaman dan himbauan di tembok untuk menjaga kebersihan.
Kakak dan adik sempat main sebentar di playground, kelihatan banget mereka
senang. Karena jelas tidak bisa daftar, kami pun tidak melongok ke kelas.
Sewaktu
ditanya, mau nggak sekolah disini? Kakak bilang, nggak mau! Dia nggak jawab
alasannya kenapa..
#3: TK PG
Primagama
Ini yang
paling dekat dari rumah tapi premium juga. Sebenarnya saat itu saya ragu,
apakah masih buka karena jam sudah menunjukkan pukul 14.30. Namun, ke Budi
Mulia Dua sudah jelas tutup kalau mengingat jarak tempuh, walau saya penasaran
juga dengan BMD. So, kami pun menyusuri ringroad dan naik ke Jalan Plemburan.
Karena gedungnya sudah pindah dari Jalan Kalimantan, kami sedikit mencari-cari
Jalan Sebatik dan akhirnya menemukan bangunan bercat hijau tingkat.
Saya masuk
duluan untuk memastikan sekolahnya masih buka (dan ternyata masih ada dua guru
yang bisa ditanya-tanya). FYI, saya pernah mengajar di sini jadi sedikit banyak
punya gambaran tentang kurikulum dan kualitas pengajarnya. Lihat di sini reviewnya.
Kami pun
disambut oleh Bunda Eni dan Bunda Leni, Kepala Sekolah. Nah, anak saya yang
kecil langsung digendong walau menangis, kelihatan banget kepsek ini pasti
sering pegang anak kecil. Akhirnya, mereka bermain di kolam bola dengan
asyiknya (bukan yang bulet diisi bola ya, tapi seperti ruang berjaring ukuran 2x2
meter dengan tangga dan perosotan) sementara saya mengobrol di bagian
informasi.
Saat
ditawarkan untuk melihat kelas, kami pun ikut naik dan anak-anak langsung
mengambil buku di rak. Sambil membaca, Bunda Leni mengajak kakak berbicara dan surprisingly kakak nggak terlihat
malu-malu. Malah sempat berakting konyol, hehe.. Seneng banget dia kelihatan
enjoy. Kebetulan sekali, ada Holiday Class selama 5 hari seharga Rp 250.000.
Saya pikir, itung-itung trial class.
Kalau cocok, bisa daftar kan. Kalau nggak cocok, kami nggak rugi bandar membayar
sekian juta dan mogok seperti di sekolah lama.
Berapa
duit? Masuknya 10 juta buibu #elusbukutabungan. Uang naik kelas di sekolah lama
3,2 juta. Tapi kalau bandingin keluar berapa, ngapain kita cari-cari sekolah?
Wong tujuannya cari yang anaknya seneng kok.
Nah,
hari-hari setelahnya, saya rutin bertanya ke kakak tentang kesan-kesan di tiap
sekolah. Jawabannya, dia suka yang terakhir. Saya belum cerita tentang seragam
(karena dia anti seragam, di sekolah lama menolak berseragam), itu kita urus
belakangan. Saat saya konsultasi via watsap dengan psikolog, dia sudah menduga
kakak akan memilih primagama di antara tiga TK tadi, karena beberapa klien beliau juga
memilih TK ini karena gurunya diangap komunikatif.
Sekarang,
saatnya pengiritan. Demi anak. Alhamdulillah bisa dicicil.
0 komentar:
Post a Comment