Saturday, June 27, 2015

EF #23: Mudik Preparation


The day of going back to my hometown a.k.a mudik is approaching. My husband said this morning that he couldn’t wait to meet his parents. Don’t worry Yah, time flies, even in Ramadhan + holiday like now. It’s almost a week fasting! So fast, uh?

Friday, June 26, 2015

EF #24: Eggplant Stir Fry Recipe

The difference between this ramadhan and the last is I don’t cook that much. My son takes most of my time and I just don’t have that much time to cook. So, I was a bit confused what to write in this challenge since the menu during the regular month and ramadhan is the same. There’s only one thing my husband asks that he didn’t ask on regular days: hot tea. I can’t write this tea recipe, right?

Monday, June 22, 2015

EF #21: EcoHoliday Under 100K at Kuntum Farm Field

Nowadays, back to the village is becoming a trend. What i meant with “village” is a place where we can experience a life like in a village: planting, feeding farm animals, or even ploughing..! These kinds of activities were easily found in our grandparents daily life (maybe). As our country gets more modern, more people move to the city and those activities in the nature lose their charm.

Wednesday, June 17, 2015

Tidur Nyenyak, Tanpa Nyamuk

Ada satu hal yang saya sukai dari musim hujan, yaitu udara dingin saat tidur malam. Maklum, kamar saya tidak ada AC-nya. Selain kamar menjadi “seperti ber-AC”, nyamuk juga enggak mampir ke kamar. Kebetulan, kamar tempat saya, suami, dan anak saya tidur jendelanya tidak bisa tertutup sempurna. Sepertinya masalah kualitas kayu dan pemuaian, sehingga ada celah yang sebetulnya kecil namun cukup untuk nyamuk menyelinap masuk. Bisa ditebak, kalau musim hujan berlalu, saya pun menjadi mosquito hunter.

Masalahnya sekarang, musim hujan dan kemarau itu tidak jelas kapan mulainya. Sampai hari ini, di tempat tinggal saya masih saja hujan setidaknya sekali dalam seminggu. Sisanya, hawa panas. Kalau musim tidak jelas seperti ini, malam hari bisa diduga hawanya gerah luar biasa. Kalau pintu kamar saya buka, nyamuk masuk. Kalau saya tutup, nyamuk masih masuk juga..! Memang sih, tidak sebanyak kalau pintu dibuka, tetapi sudah saya nyalakan standing fan pun, nyamuk masih berkeliaran juga.

Sempat pusing, itu jelas. Kalau kita orang dewasa, biasanya gigitan nyamuk bisa membuat terbangun. Kita tepuk, nyamuk mati. Eh, tapi suami saya sih tetap saja tidur walau digigit tiga nyamuk dalam waktu bersamaan, hehe... Yang enggak tega adalah kalau Aksa yang digigit nyamuk. Mungkin karena masih anak-anak kali ya (umurnya hampir 2 tahun) jadi tidur-tidur aja walau digigit nyamuk. Begitu kerasa gatel, a.k.a setelah nyamuknya puas dan kenyang, baru deh Aksa rewel. Setahu saya, dia belum bisa refleks menggaruk, tetapi biasanya badannya bergerak kesana kemari sambil merengek dan menyentuh beberapa bagian tubuhnya. Itu bisa terjadi lebih dari tiga kali semalam.

Obat nyamuk? Jelas sudah saya pakai. Pertama pakai yang spray, disemprot setengah jam sebelum kamar dipakai tidur. Kalau nyamuk lagi low season sih bisa bertahan sampai tengah malam saja. Setelah itu ya sudah hilang efeknya, apalagi jendela saya menyediakan shortcut buat para nyamuk untuk masuk. Gorden udah enggak mempan menghalangi celah jendela. Kalau lagi peak season, saya bisa hopeless, obat nyamuk spray enggak mempan. Saya bisa terbangun berkali-kali hanya untuk berburu nyamuk. Sedih plus gemes rasanya, kalau kita keluar kamar dan kembali sejam kemudian melihat nyamuk yang sudah gendut-gendut sedang enak-enak “nangkring” di dahi anak saya.

Terlihatkah dua nyamuk gendut di tepi rambut pelipis dan tangan kiri Aksa? 
Sebelum obat nyamuk semprot, saya juga pernah pakai obat nyamuk bakar. Kekurangannya memang bau asap dan tidak aman. Saya takut saja kalau anak bangun lebih dulu daripada saya dan mainan obat nyamuk. Tingkat efektifitasnya juga masih kalah sama tipe spray. Kalau yang spray, anak saya suka memaksa masuk kamar ketika aromanya belum memudar, sehingga saya kuatir zat kimia tersebut berefek tidak baik bagi pernapasannya.

Akhirnya saya coba Baygon Liquid Elektrik. Seperti anjuran di boks, saya nyalakan 30 menit sebelum jam tidur. Ketika masuk kamar, yang saya suka adalah aromanya: hanya tercium ketika kita dekat dengan alatnya. Saat di kasur, saya sudah tidak bisa menciumnya karena baunya cukup lembut. Tombol pengatur saya set di tanda “+” karena nyamuknya termasuk banyak. Alhamdulillah, sejak saya pakai tiga minggu lalu, tidak ada lagi adegan berburu nyamuk di badan anak ataupun membersihkan sprei dari noda darah nyamuk gendut. Kalaupun Aksa terbangun, hanya sebatas minta ASI dan kemudian tidur lagi. Yeayyy..!

Tidur nyenyak, tanpa nyamuk. Background: Baygon Liquid Elektrik tertancap manis :)
That’s why it took me a while to post this, soalnya saya hanya memastikan Baygon Liquid Elektrik benar-benar perlindungan anti nyamuk yang tepat untuk kamar anak. Saya rasa tiga minggu sudah cukup untuk mengetes keampuhan obat nyamuk ini, apalagi hujan dan panas datang silih berganti dalam kurun waktu tersebut. Saya tidak lagi kuatir soal bau menyengat obat nyamuk, karena selain aromanya tidak keras, Baygon Liquid Elektrik juga tanpa asap dan tanpa repot. Saya tinggal tancapkan saja, selesai. Kadang, tengah malam saya lepas dan saya nyalakan fan karena hanya ada satu colokan di kamar. Alhamdulillah (lagi), walau sudah saya lepas, tidur saya dan anak tetap tanpa nyamuk sampai pagi.

For me, it is reccommended. Harganya juga terjangkau, di bawah Rp 20.000 dan bisa dipakai hingga 45 hari. Baygon Liquid Elektrik saya malah masih tiga per empat isi, irit yah.. Sekarang, tugas membuat anak tidur nyenyak tanpa nyamuk sudah selesai. PR berikutnya adalah, membuat anak tidur nyenyak tanpa...ASI! *langsunggalau*



This post is a part of #TUMBaygonBlogCompetition

Sunday, June 14, 2015

Review: Arch Hotel Bogor by Horison


To be honest, saya belum pernah spending weekend dengan cara menginap di hotel. Pertama sih mikir, sayang duitnya hehe..dan takut kurang seru aja kalo cuma di hotel sehari semalem. Entah kenapa, bulan lalu keinginan untuk nge-hotel tiba-tiba muncul. Pikir saya, sekali-sekali lah ya.. Setelah suami menyetujui, saya pun mulai survey hotel di Kota Bogor. Selama ini kalau weekend ke Jakarta terus, padahal saya tinggal di Kabupaten Bogor.

Akhirnya, saya berkunjung ke situs pesan tiket favorit, Traveloka. Saya pun memimilih beberapa hotel yang sesuai budget. Karena bingung, saya survey terlalu lama. Saya google hotel-hotel pilihan, termasuk membandingkan harga juga dengan website sejenis, seperti Expedia, Agoda, dan Pegipegi. Ketika akhirnya saya memilih Padjajaran Suites Hotel yang dekat dengan Jungle Land, kamarnya sudah tidak available lagi. Hiks.. Ada sih di website lain, hanya saja lebih mahal jatuhnya.

Tidak ada pilihan lain, saya pun lari ke pilihan kedua, Arch Hotel. Saya tidak pesan melalui Traveloka karena sudah sold juga. Akhirnya di pegipegi.com dapat juga walaupun harga yang semula 520 menjadi 540. Tak apalah, hanya selisih sedikit. Bedanya Traveloka dan Pegipegi adalah, di Traveloka harga yang tercantum adalah harga asli, tidak ada tambahan apa-apa lagi. Sementara di Pegipegi, harga yang tercantum masih belum ditambah pajak.

Pada hari Sabtu long weekend kemarin pun kami meluncur ke Arch Hotel. Kami sempat mampir Kebun Raya Bogor sebentar, biar sejuknya hotel lebih kerasa habis panas-panasan di KRB, haha.. Sampai di sana saya sudah pesan ke suami kalau menurut review, parkirannya sempit. Memang sih..saya parkir di basement yang hanya muat kurang dari 10 mobil mungkin…saya pun parkir di tanjakan keluar basement.


Sampai di lobi, saya langsung disambut pemandangan kolam renang dari jendela kaca. Okay, that means I will not swim. Langsung agak kecewa… Saya enggak nyaman renang dengan pemandangan yang sangat terbuka, dimana semua yang di lobi bisa melihat kita. Ya sudah, yang penting anak saya bisa berenang :)

Proses di lobi tidak lama, hanya antre sebentar karena ada rombongan tamu yang komplain ke resepsionis satunya (total ada dua resepsionis). Belum jam dua, kami sudah bisa check in ke kamar di lantai enam.

Kami pesan kamar deluxe twin room, include breakfast. Sampai di kamar alhamdulillah cukup sesuai dengan harapan. Kamarnya bersih, dengan lantai parket, tidak sesempit budget hotel pada umumnya. Anak saya pun bisa bermain dengan leluasa dan saya juga enggak pusing kalau ada yang tumpah atau makanan dilepeh ke lantai, karena tinggal di lap saja.




Karena gagal mendapatkan double bed, akhirnya suami saya pun menggeser dua kasur menjadi satu, dan memindahkan meja telepon ke dekat jendela. Sampai sebelum magrib, kami tidak perlu menyalakan lampu kamar karena jendela kami menghadap ke utara dan sinar matahari lebih dari menyilaukan untuk sekadar menerangi kamar kami.

Setelah solat dan bersantai di kamar sejenak sembari menonton pertandingan badminton di TV, kami turun untuk berenang. Ternyata, di kolam yang tidak begitu besar tersebut sudah cukup ramai oleh tamu lain yang rata-rata keluarga. Walaupun satu pool, tingkat kedalaman dibagi dua, seperempatnya untuk anak dan sisanya untuk dewasa. Ada bola plastik besar dan sebuah ban berukuran dewasa yang disediakan pihak hotel, lumayanlah bagi yang tidak membawa mainan. Saya sempat meminta handuk berenang karena handuk yang disediakan di meja hotel habis. Hanya tersedia tiga atau empat meja saja, sehingga agak sedikit berebut dengan yang lain.



Selesai berenang, kami sempat kembali ke kamar, menemani anak bermain di kamar dan menonton TV. Menjelang malam, lampu kami nyalakan dan ternyata kurang terang untuk ukuran saya. Cukup temaram dibandingkan beberapa hotel yang pernah saya kunjungi. That’s fine, kami tetap dapat tidur nyenyak.

Paginya, kami sarapan pagi di restoran.. Ternyata kami yang pertama datang,haha.. Masih jam setengah tujuh kalau tidak salah. Restorannya di lantai dua dan kami memilih untuk duduk di sebelah jendela yang menghadap swimming pool. Walaupun anak saya sibuk ngelihat ke kolam dan minta berenang tetapi lebih mudah menyuapinya ketika mulai susah makan.



Alhamdulillah, menurut saya menu yang ditawarkan tergolong banyak dan rasanya enak untuk standar saya. Dengan bentuk buffet, saya bisa icip-icip banyak makanan walau yang diambil itu-itu lagi sih, hehe.. Saya pilih kentang goreng yang dibentuk bulat, sosis, dan salad sementara suami yang lidahnya Indonesia banget memilih nasi pecel (atau gudeg ya? Saya udah lupa). Bubur dan soto betawi juga ada, yang enggak ada adalah…sliced cake :p Ada mini croissant sih sebagai pengobat kekecewaan, ada egg station juga (yeayyy!). Oya, ini menu yang bikin saya kurang minum air putih: jamu beras kencur! Ga nyangka ada jamu dan rasanya membuat saya serasa di Jogja (soalnya jamu gendong di tempat tinggal saya manis banget, kebanyakan gula jawanya).


Setelah kenyang, saya “terpaksa” balik ke kamar soalnya enggak enak sama yang baru dateng dan tidak mendapat tempat duduk. Kebetulan tamunya lagi banyak kali ya, padahal otak masih craving for something sweet (tapi perut udah said stop), maklum ibu menyusui :D

Setelah sarapan, kami hanya di kamar saja. Pertimbangannya, selain enggak tau jalan di Bogor, takut nyasar dan terjebak macet. Padahal, tujuan weekend kali ini adalah beristirahat saja di hotel. So, sampai check out kami stay di kamar aja, ngobrol, nonton TV, main bareng anak, dan bobok siang.
Kesimpulannya, we really enjoyed our weekend! Buat hotel under 500k, reccommended. Jadi pengen hunting voucher hotel lagi nih, hehe..



Saturday, June 13, 2015

EF #22: A Failed Trip to Kebun Raya Bogor


Being a mother makes me want to visit as many parks as possible. Of course, I want my son to experience playing in the parks more than he does at malls. So, last month we went to Kebun Raya Bogor. It wasn’t a well planned one since our main destination was staying in a hotel. If we went to Bogor before check-in time, which was at 2 pm, we would definitely be trapped in a traffic jam. So, before 10 am we left for Bogor already and that means we had more than 3 hours to spend somewhere. Then, Kebun Raya Bogor was our choice.

Tuesday, June 2, 2015

Sabtu Bersama Bapak: Lessons Learned


Setiap kali selesai membaca buku bagus, pasti saya pengen review tulisannya di blog. Entah mengapa, selalu saja tidak kesampaian. Kali ini, saya paksain bikin ala-ala review (karena saya belum pernah bikin review buku) berbentuk poin-poin aja so it’s easier to remember.

Monday, June 1, 2015

If I were a BEC's admin..


..I would separate grammar sessions for beginners and advanced members. For beginners, the session is in Bahasa Indonesia. Joining a conversation in English where all members speak fluently can be intimidating for beginners. So, give a room for members to ask basic-repeated-silly questions J