Semenjak
memutuskan untuk resign, saya berniat
untuk tidak kembali bekerja hingga saatnya melahirkan nanti. Sebetulnya lima
bulan merupakan waktu yang panjang untuk kembali menjadi “pengangguran”, tetapi
saya mempertimbangkan banyak faktor seperti kesehatan, repotnya memulai dari
nol lagi di tempat kerja baru -itupun kalau ada yang mau mempekerjakan bumil
dalam waktu singkat-, dan kembali meninggalkan Aksa di tangan orang lain selama
saya bekerja. Hmm…faktor terakhir sebetulnya menjadi yang paling saya pikirkan.
Kasihan juga Aksa hanya dapat “waktu sisa” dari ibunya. So, keputusan sudah
bulat. Saya akan fokus di rumah.
Seperti
masa-masa pascaresign yang
sebelumnya, bisa bangun kapan saja itu suatu kenikmatan. Kalau dulu pada minggu
kedua saya sudah resah karena merasa useless
di rumah (waktu itu belum ada Aksa), kali ini saya bingung….mau ajak anak saya
main apa? Sungguh, 24 jam itu waktu yang panjang untuk dihabiskan bersama
seorang balita jika kita tidak punya rencana si anak mau diapakan. Apalagi saya
juga masih harus mengerjakan pekerjaan domestik.
Saat saya
masih jadi ibu rumah tangga dan Aksa masih berusia di bawah dua tahun,
tampaknya bermain bersamanya tidak harus memutar otak seperti ini. Kalau mau
tidur tinggal nenen saja, beres. Sekarang ketika ia sudah menjelang 3.5 tahun,
kemampuan komunikasinya juga sudah semakin tinggi, waktu tidurnya berkurang, begitu
juga dengan keinginannya yang makin beragam.
Ditambah
lagi, semenjak pindah kesini, kami menjadi sedikit nomaden. Dua hari menginap
di rumah ortu saya, hari berikutnya kembali ke rumah kontrakan, weekend di rumah mertua. Begitu kurang
lebih yang terjadi setiap minggunya. Alhasil, “harta karun” Aksa tersebar di
tiga rumah, haha.. Jadi, yang bisa saya lakukan hanyalah berimprovisasi ketika
ia mulai bosan dan meminta video alias youtube.
Kalau anak sudah minta video atau menyalakan
tombol televisi, itu tandanya ia sudah bosan bermain…sendiri. Yap, betul.
Terkadang ketika saya sibuk mencuci atau di dapur sementara Aksa bermain
sendiri, saya sudah harus bersiap untuk bernegosiasi untuk tidak menyalakan
televisi atau menonton video. Seringnya sih, anaknya sudah terlanjur rewel.
Kalau sudah begini, saya hanya bisa memperbolehkan dengan batasan waktu, walau
ketika waktunya habis dia belum bisa menepati janji. Akhirnya perang dunia deh.
Saya sempat
berpikir, apa saya perlu membuat “lesson plan” aktivitas hariannya ya? Ada
teman yang menyiapkan materi untuk anaknya, kurang lebih seperti homeschooling. Kalau mau lebih simple, browsing-browsing sedikit tentang
aktivitas yang bisa dilakukan bersama anak juga bisa. Masalahnya, semuanya
hanya sampai tahap pikiran saja. Kenyataannya ya…hari-hari yang sama terulang
lagi dan lagi, haha…klise banget ya..
Meskipun
demikian, ada satu kunci yang lumayan bisa menjamin Aksa tidak terlalu sering
minta gadget dan televisi (dan
kemudian rewel jika kita batasi) : be
there with him. Istilah lainnya yang pernah saya baca, be present. Jadi, ketika anak mulai melakukan aktivitas seperti
bermain, kita ikut bermain bersamanya. Begitu juga ketika ia minta dibacakan
buku, main bola, merangkai puzzle, dsb. Be
present-nya lahir batin ya… Maksud saya, jangan sambil pegang hp atau
lainnya. Jadi benar-benar bermain bersamanya.
Kalau saya
temani terus, nanti ada saatnya ia tidak keberatan kita tinggal istirahat
sebentar. Saya biasa meminta ijin dulu, misalnya: “Aksa, habis ini Mama tiduran
sebentar ya di kamar, punggung mama capek”. Setelah anak sudah puas main dengan
kita, biasanya sih ia akan asyik main sendiri tanpa kehadiran kita. Seperti me
time kali ya… Sering juga yang terjadi malah sebaliknya, kita mau nimbrung
tetapi tidak diijinkan, hehe..
Be present seperti di atas memang efektif mencegah anak
menjadi cranky, tetapi tidak efektif
jika pekerjaan rumah tangga menumpuk. Takutnya kita malah menjadi gampang
tersulut emosi jika anak tidak menuruti keinginan kita. Raga di depan si kecil,
tetapi pikiran di setrikaan yang menumpuk. Nanti kalau si kecil tidak mau
diajak mandi, yang keluar dari mulut kita seperti, “Ayo donk nak, ibu masih
belum nyuci nih, belum ini dan itu, bla bla bla..” Jadi ujung-ujungnya nyalahin
anak deh.
Karena itu,
saya berusaha langsung cus urusan
domestik di pagi hari sebelum si anak bangun.
Kebetulan akhir-akhir ini ia
bangun agak siang. Tetapi kalau rejekinya kita lagi berat bangun pagi dan
anaknya pas bangunnya lebih pagi, ya…tergantung situasi. Kalau terlihat agak
rewel, ya ditemani dulu sampai suasanya hatinya membaik. Lauk sarapan bisa
minta tolong si ayah belikan dulu, cucian bisa nunggu barang 30-60 menit, yang
penting mood Aksa bagus. Soalnya, kalau anak bangun tidur sudah disambut muka
riweuh sang ibu, anak pun jadi ketularan nggak tenang. So, peluk-peluk cium dulu
agar si anak happy.
Untuk saat
ini, be present bisa menjadi solusi. Namun
mulai bulan depan, saya ingin agar saya juga be creative agar anak saya bisa bertambah juga kemampuannya
meskipun ia belum bersekolah. Sudah saatnya saya melihat-lihat pinterest, youtube, ataupun blogwalking untuk mencari inspirasi
kegiatan edukatif yang bisa dilakukan dengan Aksa. Begitu juga dengan cek milestones untuk usianya. Kesibukan kerja,
dilanjut kehamilan dan pindah rumah membuat saya sedikit melupakan hal-hal tersebut.
Yang di perut saja kadang dicuekin, yang penting si dedek tidak kelaparan.
So, mari
singsingkan lengan baju! Ini self
reminder, biarpun tidak bekerja, hidup tetap harus terencana dan
berkualitas donk. Apalagi sudah ada anak. Jangan sampai masa emas terlewat
gara-gara ibunya malas, hehe..