Saya memang
bukan Gen Z yang tumbuh bersama gadget, namun saya merasa bahwa public figure yang saya perlakukan
layaknya artis saat ini (sesuai definisi saat saya remaja dulu) adalah
mereka-mereka yang beken di dunia maya. Mostly
are influencers. Kalau menurut Google, influencer artinya orang-orang yang
punya followers atau audience yang cukup banyak di social
media dan mereka punya pengaruh kuat terhadap followers mereka, seperti artis, selebgram, blogger, youtuber, dsb.
Jadi, artis juga termasuk ya sebenernya. Hanya saja, dalam tulisan saya kali
ini, yang saya maksud adalah mereka yang murni orang biasa kemudian populer
sehingga menjadi influencer.
Bedanya,
kalau dulu saya ngefans sama artis itu karena fisiknya, sifatnya (yang
ditangkap oleh publik), atau karyanya, sekarang lebih ke arah pemikirannya.
Wajar lah ya, dulu kan orang tahu berita artis melalui media, jadi yang kita
suka adalah image yang ditampilkan oleh media tersebut.
Sekarang, orang bisa
muncul sesuai image yang ingin mereka tampilkan. Ga ada perantaranya. Jadi,
kita bisa memilih sosok mana yang kita kagumi. Mungkin juga dulu saya masih
remaja, suka sama artis karena dia cantik dan ganteng, suara bagus, acting
keren. Sekarang juga ada sih artis yang saya kagumi karena faktor tersebut,
tapi biasanya nggak sampe nginfluence diri saya. Sekadar suka lihatnya aja.
Memang bisa
ya nobody on social media influences your
life? Bisa aja sih. Sebagai seorang ibu, pola pikir saya tentang ideal parenting banyak dipengaruhi oleh
sejumlah mommygram (alias mommies on Instagram). Dulu banget, masa
awal Instagram, saya suka Stella Sutjiadi yang menurut saya sabar, fun,
kreatif, dan jujur. Lalu dengan algoritma IG yang saya nggak ngerti, ia mulai
menghilang dan saya banyak lihat akun Grace Melia, yang menurut saya jujur,
detil, meliputi banyak topik, kocak pula. Saya juga suka blog nya. Later, we became friends. Artis seperti
Andien dan Enno Lerian juga sempat rutin saya lihat IG nya.
Seiring
dengan makin solidnya prinsip saya dalam pengasuhan –dulu masih mencari-cari
banget- sekarang yang muncul di feed
IG sudah nggak terlalu banyak mommygram
yang fokus ke masalah pengasuhan. I like Puty Puar, kreatif, kocak, suka buku
juga, dan desainnya enak dilihat. Topiknya pun kekinian (aku tahu Adu Rayu juga
dari sini, hehe). Kemudian, para zerowaster
alias mereka yang mengangkat gaya hidup minim sampah di akunnya ternyata
lumayan membuat feed IG saya banyak iklan lingkungannya, seperti DKWardhani dan Icha-nya @lesswastehousewife.
Nah,
influencer paling baru yang saya lagi suka lihat adalah Gitasav alias Gita
Savitri Devi. Bukan lewat IG, melainkan YouTube. Ketemunya pun nggak sengaja,
gara-gara lagi browsing pas bikin artikel, trus nyangkut ke IDN Times yang ngebahas
tentang 10 Youtuber yang layak follow, and she’s the first on the list. Sukanya
dengan vlog Gitasav adalah selain enak dilihat, topiknya juga lumayan
refreshing untuk rutinitas kerumahtanggan saya. Kuliah di Jerman, kunjungan ke
Google, cukup membuat saya merasa muda kembali hahah…sama ya kaya pas lihat
video Maudy Ayunda dan kegalauan kampusnya. (baca di post ini)
Trus, pas
minggu lalu ke Gramedia, ternyata Gitasav punya buku Rentang Kisah. Bagus juga
tulisannya, nggak jauh dengan tulisan di blognya. Ntar deh di post terpisah,
insya Alloh. Berarti makin banyak yang dari sosmed turun ke buku kan ya, and it’s something to applaud.
So, mereka-mereka
para influencer ini benar-benar memberi pengaruh pada hidup para followers nya
kah? Buat saya, iya sih walau sedikit. Mungkin bagi mereka yang die hard fans bisa jadi lebih besar
pengaruhnya. Yang penting, kita punya prinsip dan tahu mana yang layak diikuti,
mana yang harus dieliminasi. The choice
is yours to make them merely as entertainers, inspiration, or role models.