Tuesday, February 24, 2015

Ngopi Cantik Itu Seperti Ini



Pertama kali saya mendengar istilah “ngopi cantik” itu dari sebuah artikel di mommiesdaily.com. Kurang lebih maknanya adalah hang out di kedai kopi dan sejenisnya, sekedar untuk ketemu teman atau menikmati me-time bagi para mama yang sehari-harinya sibuk dengan urusan anak dan atau pekerjaan. Harus cantik lho ya..! Maksudnya, dress up a bit lah..khususnya buat ibu rumah tangga seperti saya yang hanya dandan kalau ada kondangan atau jalan ke mal, itu berarti cuma 1-2 kali sebulan. Itu sebabnya saya tidak pernah beli make up, karena yang lama saja enggak habis-habis :(

Jujur saja, saya belum pernah nongkrong di kedai kopi lagi sejak saya lulus kuliah, pun belum pernah merasakan duduk di kedai kopi ternama seperti Starbucks dan J.Co. Kenapa? Kalau dulu sih memang teman-teman saya tidak ada yang suka ngopi-ngopi. Kalau sekarang, susah rasanya menikmati suasana di kedai kopi dengan anak balita di pangkuan, hehe..

So, ketika theurbanmama.com, salah satu situs parenting yang sering saya buka mengadakan acara #TUMNgopiCantik, tanpa pikir panjang saya langsung mendaftar.Selain karena temanya menarik dan sesuai kebutuhan saya (“Memaksimalkan Manfaat Social Media bagi Urban Mama”), narasumbernya berkompeten (Nukman Luthfie, seorang pakar media sosial), harganya pun terjangkau: Rp 50.000 saja.

Saya termasuk “maniak” when it comes to attending similar seminars or workshops. Hitung-hitung menambah ilmu sebagai ibu, istri, dan wanita yang masih ingin berkarya ;-) Sepulang dari acara pun biasanya semangat bertambah, lho!

Seperti di #TUMNgopiCantik kemarin, saya menjadi makin bersemangat untuk mengasah kemampuan menulis lewat blog sekaligus berkecimpung di bisnis yang sedang saya rintis. Ini karena Om Nukman (begitu beliau ingin dipanggil) mengatakan bahwa kita bisa membangun persepsi orang mengenai kita melalui media sosial, dan itu dimulai dari menanyakan pada diri kita tentang apa keahlian kita, minat kita. Sebaiknya, keahlian itu sangat spesifik walaupun cakupannya sangat sempit.

Once we knew what we’re good at, and want to be known as that person, kita tidak boleh pelit berbagi ilmu. Om Nukman mengambil contoh melalui twitter. Kita bisa mentweet pengetahuan yang kita miliki, follow twitter orang-orang yang memberi kita tambahan ilmu, dan kalau bisa membangun percakapan yang kontekstual via tweet mereka. Bukan tidak mungkin, follower mereka akan menjadi follower kita juga.

Beliau juga sedikit menceritakan bahwa dulunya ia pemalu. Ia bisa seperti sekarang, bisa berbicara nyaman dan terstruktur di depan publik karena keadaan memaksanya demikian. Di perusahaan tempatnya bekerja dahulu, beliaulah yang selalu diajukan untuk berbicara pada media, hingga akhirnya namanya ditautkan dengan social media dan menjadi seperti sekarang.

Acara berdurasi 1,5 jam tersebut berasa singkat sekali. Saya belum sempat tanya, sang narasumber sudah pamit pergi. Tidak apa, saya menilai sesi ini menarik karena pembicara berada satu meja dengan peserta, dan selalu bertanya pada peserta sehingga komunikasi terjalin dua arah. Satu yang mungkin bisa dijadikan bahan evaluasi mungkin topiknya sedikit terlalu luas, sehingga pertanyaan pembicaraan terkesan meloncat kesana kemari.

Other than that, I made new friends, had a cup of good cappuccino and banana cake, my eyes were entertained by artistic atmosphere of Trafique Café, and it made me feel like I had just had a NgopiCantikSambilBelajar hehe..

0 komentar:

Post a Comment