Pernah
denger tentang enlightening parenting? EP (saya singkat saja ya) merupakan
salah satu aliran parenting yang saya tahu terakhir, kira-kira setengah tahun
yang lalu dari Instagram. Saya suka dengan konsepnya yang make sense dan practical.
Sempat saya ikut sharing session
dengan salah satu penggiatnya, yaitu Dini Swastiana, waktu beliau ke Jogja
beberapa bulan lalu. Seneng banget waktu itu, karena harga tiket terjangkau dan
peserta terbatas. Pernah ada training langsung di Jogja dengan Okina Fitriani, yang
mencetuskan konsep EP ini. Sayang, harganya jut-jutan…saya enggak kuat lah.
So, lucky me, sewaktu Sabtu lalu Okina Fitriani mengisi
seminar parenting di Hotel Pesonna Jogja. Tiket cuma Rp 75.000, langsung
daftar! Dream comes true banget bisa
menimba ilmu parenting langsung dari ahlinya.
Kalau
seminar seperti ini, hal pertama yang saya lakukan sebelum memutuskan untuk
mendaftar adalah…memastikan suami atau mama saya available untuk menjaga Aksa dan Argi. Alhamdulillah, mereka bisa
memback up saya dan saya pun tenang
mengikuti seminar.
Bagus nggak
seminarnya?
Two thumbs up. Mbak Okina emang keren. Orangnya juga lucu
dan suka menyindir (hahaha) jadi peserta pun nggak bosen dan merasa tersindir.
Poin-poin penting yang mind opening buat saya antara lain:
Mengasuh anak itu me time.
Ketawa donk
semua peserta sewaktu Mbak Okina bilang seperti itu. Gimana bisa? Kata beliau,
“Anak kan tamu istimewa yang kita undang dengan sengaja. Kalau sama tamu
istimewa kan, kita pasti maunya ngobrol lama, ketawa-ketiwi, seneng-seneng…Mengurus
anak itu sebenarnya nikmat, tapi kita anggap sebagai beban. Mengurus anak
sekalian mengumpulkan pahala kan..Tunggu deh kalau mereka sudah berusia 15
tahun, atau mungkin sekarang umur 10 tahun, kita bakal capek me time!..karena mereka sudah nggak mau
lagi nempel-nempel ibunya..” Hiks, kenapa jadi mellow gini..
Kepemimpinan bermula dari rumah
Sebelum
aktif di dunia parenting, Mbak Oki sempat bekerja 10 tahun di dunia oil and gas. Tahu tidak, yang membuatnya
berpindah haluan? Karena ia melihat, leader
yang bermasalah di dunia kepemimpinan berawal dari rumah. Karena itu, kita
sebagai orangtua harus mampu membuat anak nyaman di rumah. Jika anak di rumah
sering diomelin, dinasehatin, dipelototin, anak akan mencari kebahagiaan di
luar rumah. Di era “curhat di sosmed” seperti sekarang ini, banyak komunitas
yang akan dengan senang hati “menerima” anak-anak yang butuh teman… Kalau
komunitasnya positif sih tidak apa-apa, jika sebaliknya, serem kan…
Kekeliruan pengasuhan
Ada banyak
kekeliruan dalam pengasuhan. Saya bahas yang paling mengena saja ya. Pertama,
bohong. Hampir semua orangtua pernah bohong ke anaknya. Namun, ada bohong
tingkat tinggi, yaitu membawa nama Tuhan. Misalnya, “Awas ya, kalau tidak nurut
mama nanti masuk neraka!” Padahal, anak yang diingatkan masih belum baligh,
jadi belum mendapat pahala dan dosa. Saya sering (hiks) melakukan ini, tapi
versi “nanti nggak disayang Alloh lho”. Trus anak saya bertanya, “Siapa itu
Alloh?”
Kedua,
mengancam tapi tidak melakukan. Ya ampun, kok saya hampir tiap hari ngancam
anak saya ya? Huhu,,,maafkan ibu nak.. Memang umum banget ya kasus seperti ini,
apalagi kalau kitanya sudah habis kata rayuan dan enggak mempan..
Ketiga,
solusi disuapi. Artinya, jika anak menghadapi masalah, kita yang memyelesaikan.
Misalnya, Mbak Okina member kasus peserta seminar, “Bagaimana jika anak kita
bilang gurunya nggak ada yang suka sama dia?” Salah satu peserta menjawab, “Tak
parani gurune..! (Saya datangi gurunya)” Nah, itu salah satu contohnya kita
yang “menyuapi” solusi. Trus, gimana donk sebaiknya sikap kita?
Tanyakan
pada anak, berapa jumlah gurunya. Misal jawabnya 12. Lalu Tanya lagi berapa
yang tidak menyukainya, pasti tidak mungkin semuanya donk.. Katakanlah
jawabannya dua, maka openmind anak kita bahwa masih ada 10 guru yang bersikap
baik padanya. Kemudian, pancing anak untuk mencari solusi dengan pertanyaan,
“Kira-kira apa yang bisa Kakak lakukan agar guru yang tadi menyukai Kakak?”
Jika anak menjawab rajin mengerjakan PR, tidak mengobrol di kelas, dan
sebagainya, tutup dialog dengan, “Oke, besok kita coba ya..!”
Keempat, MALAS.
Malas disini bukan malas memandikan atau tidak mau menemani bermain, melainkan
suka mengancam dan nyukurin.
Berkaitan dengan poin kedua tadi, mengancam ternyata merupakan wujud dari
kemalasan orangtua untuk berdialog dengan anak untuk mencapai tujuan. Maunya
instan. Anak disuruh mandi tidak mau, lalu diancam mainan barunya akan dibuang
(eh, ini siapa ya?). Sebetulnya bisa kan dibujuk dulu untuk memandikan
mainannya. Suka nyukurin anak juga salah satu wujud dari orangtua malas.
Ancaman yang menjadi nyata karena ketidak sengajaan (misal anak jatuh) lalu
kita menimpali, “Tuh, apa mama bilang!” seharusnya bisa diganti dengsan kalimat
yang lebih konstruktif seperti, “Biar besok nggak jatuh lagi, sebaiknya kita
gimana Kak?”
Kesalahan
pengasuhan lainnya, antara lain tidak mengambil tanggung jawab (alias ngeles), labeling, fokus pada kekurangan serta
fokus pada dunia. Gimana, ada berapa yang sudah pernah kita lakukan?
Kalau saya
sih, hampir semua pernah, baik sengaja maupun tidak. Karena tidak ada manusia
yang sempurna, saya harus bisa memaafkan diri saya sendiri dan selalu berusaha
memperbaiki kesalahan.
Karena itu, saya suka sekali ikutan seminar parenting,
baca buku parenting, dan follow
akun-akun parenting di medsos. Itu cara termudah untuk menimba ilmu walau
prakteknya memang luarrrr biasa challenging.
Jadi orangtua itu mengubah diri bener, ya..
So, setelah
ikutan seminar enlightening parenting
kemarin, saya seperti direcharge lagi
semangat untuk menjadi ibu yang lebih baik… Sabtu seminar, Selasanya udah
kelepasan emosi lagi. Hiks.. Beri hamba kekuatan ya Alloh..