Wednesday, November 13, 2013

"Bu, Saya Ga Bawa Buah..."

www.healthyfruitz.com.au
Kalau ada yang bilang makan buah itu menyiksa, tanyalah Tevin.

Salah satu murid kelas 4 SD yang saya ajar ini benar-benar antibuah. Ya sebetulnya tidak sebegitunya, hanya saja setiap ada Hari Buah di sekolah, dia selalu alpa membawa buah dengan berbagai alasan.

Dua kali dalam seminggu, siswa di sekolah kami diwajibkan membawa buah sebagai snack, sementara hari lainnya mereka bebas membawa makanan apa saja. Tujuannya, tentu saja agar mereka memiliki pola makan yang seimbang, cukup serat, dan lebih cinta buah. 

Namanya juga anak-anak, lupa adalah hal yang biasa. Alasannya mulai dari ketinggalan di rumah (sambil menepok jidat), di rumah tidak ada buah, lupa beli, hingga mama tidak menyiapkan. Nah lo, siapa yang sekolah?

Dari semua yang lupa, Tevin termasuk yang menduduki urutan pertama rekor lupa di kelas. Dan setiap murid yang lupa membawa buah, akan mendapat konsekuensinya.

Konsekuensinya adalah menikmati snack time di kelas lain. Biasanya, penentuan kelas mana yang menjadi tujuan merupakan hak veto kami sebagai guru. Dan itu tergantung dari “level” ketidakdisiplinan si anak. Kalau yang cuma sekali lupa, biasanya mereka makan di kelas adik-adik playgroup atau TK. Kalau yang kelas “berat”, kami kirim ke kelas 5 atau 6, dan yang gurunya galak, hehehe..

Seingat saya, Tevin sudah merasakan makan snack hampir di semua kelas. Dan dia tetap saja tidak membawa buah. Akhirnya, konsekuensinya pun saya ganti, yaitu menyesuaikan situasi dan kondisi.

Saya tahu, bahasa Inggris merupakan salah satu hal yang tidak ia sukai, karena itu saya minta ia untuk menuliskan 20 kosakata buah-buahan dalam bahasa Inggris. Maksud saya, agar ia mencari tahu kosakata tersebut dan mengingatnya. Tapi yang terjadi berbeda.

“Bu, bahasa Inggrisnya melon apa?” tanyanya sambil memegang secarik kertas dan pensil. Lah, kok malah balik tanya ke saya. Sama saja saya yang mengerjakan konsekuensinya dong..

“Coba tanya Ersa, dia pasti tahu”, jawab saya, menyuruhnya bertanya pada anak yang terkenal jago bahasa Inggris. Sesaat kemudian, Tevin kembali.

“Bu, kalau salak apa? Ersa nggak tau,” tanyanya lagi, sedikit membuyarkan konsentrasi saya menyiapkan materi pelajaran berikutnya. Akhirnya saya jawab saja, “Salacca.”

“Tulisannya gimana?” tanyanya lagi. Dan pertanyaan ini pun akhirnya berlanjut dengan sesi dikte kosakata antara saya dan dia, hhh...

Jadi, konsekuensi macam itu ternyata kurang berhasil, karena Tevin tidak menghapal kosakata, juga tetap tidak membawa buah. Pernah saya minta Tevin untuk mengajari adik-adik kelas TK beberapa kosakata dalam bahasa Inggris waktu snack time. Yang kemudian terjadi adalah, mereka mengajari Tevin bahasa Inggris buah-buahan karena Tevin lupa artinya.

Mungkin karena sudah jengah “dihukum”, akhirnya pada suatu hari Tevin membawa variasi buah. Yaitu jus melon. Kami  memang memperbolehkan mereka membawa jus buah sejauh jus tersebut dari buah segar, bukan minuman kemasan. Dia pun meyakinkan saya bahwa itu melon asli, walau saya tak dapat melihatnya karena tertutup termos. Saya pun senang.
Namun, hal tersebut tak berlangsung lama. Kembali dia “lupa” membawa buah.

Saya dan partner mengajar sudah mencium gelagat tidak membawa karena sengaja. Karena, mamanya sendiri pernah bercerita kepada kami sebagai guru kelas Tevin, bahwa satu-satunya buah yang disukainya adalah jus alpukat dengan topping susu kental manis coklat. Hahaha...enak pastinya...

Karena itu, partner saya berinisiatif mengganti konsekuensi dengan cara “berbagi buah”. Mereka yang tidak membawa buah, harus rela “dibagi” buah oleh mereka yang membawa. Supaya mereka tidak pilih-pilih, kami menentukan siapa bertukar dengan siapa. Maka, Tevin pun kami pasangkan dengan temannya yang membawa buah banyak dan kurang menggoda, seperti pepaya atau pisang. Dan ternyata benar, konsekuensi kali ini ia jalani dengan sedikit tersiksa, tidak seperti ketika ia makan di kelas lain atau menulis kosakata bahasa Inggris.

Keesokan harinya, ia pun membawa buah mangga. Tapi dalam bentuk puding, hahaha... Yaa, tidak apa-apalah, setidaknya ia terlihat usahanya. Sewaktu anak-anak menikmati snacknya, saya lihat Tevin berusaha membagikan puding mangga dalam cup plastik tersebut ke temannya. Hmmm, seperti kasus pencucian uang saja. Akhirnya saya tegur dia.

“Bu, mama bawain empat, saya kenyang!” begitu protesnya ketika saya larang. Namun ukuran cup itu sungguh kecil, sehingga saya tahu itu hanyalah alasannya saja. Akhirnya dia pun saya perbolehkan membagi satu saja, sementara sisanya dia yang memakan. Jam istirahat makan siang, Tevin tiba-tiba datang ke meja saya.

“Bu, ini buat ibu,” ujarnya seraya menyodorkan satu cup puding. Lho, ternyata belum dihabiskan toh? Walaupun menggoda, saya menolak.

“Kan itu punya Tevin, kalau belum bisa menghabiskan, nanti dimakan sepulang sekolah saja sambil menunggu jemputan,” alasan saya. Misinya membagi habis “jatah buah”nya hari itu pun gagal. Dan saya pun tidak jadi menjadi korban pencucian uang, eh, buah. Hehehe...

0 komentar:

Post a Comment