Sudah dua minggu ini saya memasukkan anak
saya ke sebuah daycare. Kebetulan, sebentar lagi saya kembali bekerja dan saya
ingin anak saya nyaman terlebih dahulu di daycarenya sehingga ketika mulai
bekerja nanti ia mudah ditinggal. Inilah kali pertama saya berganti peran
menjadi orang tua (murid) setelah sekian lama menjadi guru dan berhadapan
dengan orang tua murid. Apa perbedaan yang saya rasakan?
Pertama, rasa tidak percaya! Haha.. Saya
rasa, tidak setiap orang tua yang pertama kali menitipkan anaknya pada orang
lain pasti mengalami hal ini. Apalagi, saya yang dulunya seorang guru play
group dan sedikit banyak mengerti tentang how
they should be treated, plus menjadi seorang ibu, membuat saya memiliki
harapan yang cukup tinggi pada para pengasuh di daycare.
Kebetulan, para pengasuh (yang dipanggil
Bunda) usianya cukup muda dan belum pernah menjadi guru maupun merawat anak
sebelumnya. Sebetulnya tidak masalah selama mereka mau belajar dan sabar,
apalagi saya dulu juga mulai dari nol pengalaman, namun saya diberi kesempatan
sehingga saya bisa berkembang. Sehari penuh saya mendampingi anak saya pada
hari pertamanya di daycare, dan saya jadi makin paranoid, apakah mereka mampu
merawat anak saya dengan benar selama saya bekerja?
Dengan sudut pandang orang tua dan guru,
saya menilai performa para bunda ini. Ketika saya melihat kekurangan di hari
pertama, saya menunggu dulu hingga hari berikutnya, berharap kekurangan
tersebut tidak muncul kembali. Walaupun sudah “gatal” memberi masukan, saya
tahan sampai saya mendapatkan gambaran penuh dalam kurun waktu yang cukup untuk
mengambil kesimpulan.
Saat saya menyatakan kegundahan saya
tersebut kepada beberapa sepupu yang juga memasukkan anaknya di daycare, saran
mereka sama: beritahu saja para pengasuh tersebut. Akhirnya saya pun
berkesempatan untuk memberi masukan dan Alhamdulillah mereka terbuka menerima
kritik dan saran. Memang sih, tidak ada perubahan yang mendadak..tetapi
setidaknya mereka tahu apa yang saya harapkan dari mereka.
Hari pertama masuk kerja, saya pun sudah
tenang karena anak saya sudah familiar dengan para Bunda. Meskipun saya tidak
lagi punya waktu sebanyak dulu untuk melihat kegiatan di daycare, saya tetap
bisa memantau sebentar saat saya menyusui anak saya di jam makan siang. Kini,
bukan lagi rasa tidak percaya yang muncul, tetapi kekuatiran. Bagaimana jika
anak saya dinakali temannya? Apakah televisi di ruang bermain selalu
dinyalakan? Bagaimana jika anak saya lama-lama jadi tertarik menonton tv
padahal selama ini program “puasa” tv sudah berhasil saya laksanakan. Bagaimana
jika anak saya kurang diperhatikan? Kebetulan daycare ini baru berumur sebulan dan
hanya ada dua pengasuh untuk satu bayi dan lima anak.
Dalam
hari-hari penuh kekuatiran tersebut, rekan kerja saya di sekolah tempat saya
bekerja bercerita sedikit mengenai kondisi di kelas yang kami ajar. Salah satu
catatan penting dari cerita partner adalah, mengajar anak balita adalah juga
menjaga hubungan dengan orangtuanya, khususnya para mama. Dengan dua orang guru
untuk 15 siswa berusia empat tahun, tentu tidak sedikit orangtua yang merasa
“kok yang ditangani si A terus, anakku kok tidak?”. Mendadak saya teringat diri
sendiri, hahah…
Tidak salah sih memiliki pemikiran seperti
itu. Sebagai orangtua, siapa sih yang tidak ingin anaknya mendapatkan hal yang
terbaik? Kalau di daycare saya melihat anak saya terlihat bosan atau menganggur,
boleh dong hati kecil saya protes.. (lalu kemudian membuat self-reminder: it’s your choice to teach other kids the
whole day instead of your own son. You know what’s best for him, not the
caregivers… *tears*)
So, saya pun mulai belajar untuk percaya
kepada para Bunda, sebagaimana para orangtua murid di sekolah berusaha untuk
memercayai saya sebagai guru baru, atau orangtua murid di sekolah yang dulu
berusaha percaya bahwa seorang fresh
graduate dari jurusan non pendidikan, lajang pula, mampu menangani balita
mereka dengan baik. Karena kadang saya sungkan memberi masukan secara langsung,
saya pun menggunakan buku penghubung untuk pesan ini itu kepada Bunda-bunda.
Kini, sudah hampir sebulan dan saya mulai
merasa ada peningkatan kemampuan para pengasuh daycare dalam menangani anak.
Sebaliknya, anak saya mulai sadar perpisahan sementara dengan orangtuanya akan
terjadi setiap hari, dan ia pun mulai lebih rewel dan mencari perhatian. Semoga
saja mereka bisa menangani anak saya dengan baik (dan juga anak-anak lain), mau
terus belajar, mengupdgrade ilmu parenting dan begitu juga dengan pihak
manajemen daycare.
Karena saya sebagai guru sangat senang
ketika dipercayai orangtua murid –ketimbang dicurigai- maka saya pun berusaha
memperlakukan pengasuh anak saya dengan kepercayaan pula. Kalaupun pada
akhirnya banyak harapan saya dan anak saya tidak terpenuhi, then an action should be taken. Semoga
para working mama yang menitipkan
anaknya ke pengasuh ataupun daycare bisa mendapatkan ketenangan ketika
menitipkan anaknya ke daycare J
Amiin... Meninggalkan anak sama pengasuh or di daycare emang banyak lika-likunya.
ReplyDeleteJadi inget Raya waktu pertama kali di daycare, saya rasanya pengen mewek & lari ke daycarenya tiap menit hehehe. Tapi akhirnya percaya sama miss yang pegang Raya & kalau ada apa2 ngasih masukan ke missnya baik2 dan saya jg terbuka untuk masukan dari si miss. Malah sampe sekarang miss Raya jadi informan saya & suami kalau ada apa2 :)
Bener Mbak Sandra..sekarang saya juga sudah lumayan tenang meninggalkan anak saya sama bunda2 disana..
DeleteThis comment has been removed by the author.
Delete