Friday, September 29, 2017

The Story of Our Maids


When was the last time you felt so lucky?

Most of the time saya merasa masih lebih banyak mengeluh daripada bersyukur. Baca buku parenting, datang seminar, dan segala macamnya bisa membuat saya bersemangat untuk lebih menikmati hidup dengan segala macam raising-kids drama….untuk sementara. Kemudian, masa-masa yang terasa berat datang lagi.

Datangnya seorang asisten rumah tangga (ART) ke dalam kehidupan saya dua minggu lalu membawa kebahagiaan tersendiri. Not only my house is clean, but I am also able to enjoy the moment with my baby without thinking about the kitchen. Saat ia bekerja, kami sering mengobrol tentang banyak hal. Dari sekian banyak ART yang pernah saya pekerjakan, setiap orangnya memiliki kisah hidup yang membuat saya bersyukur bahwa saya ada di posisi ini. Bahwa saya harus bisa berbuat lebih dengan kenikmatan yang Alloh berikan.

Emak kira-kira berusia hampir 50 tahun. Anaknya masih SMP kelas satu. Suaminya meninggal karena tetanus saat anaknya masih berusia tujuh tahun. Ia menggambarkan hidupnya seperti burung, hinggap dari sana kemari. Tidak berlebihan, ternyata ia yatim piatu sejak masih kecil. Tuhan Maha Adil, ia masih bisa bekerja selam 30 tahun di komplek perumahan dosen hingga ia mampu membeli sebidang kebun yang kemudian menjadi rumah tempat tinggalnya sekarang.

Dulu, ia pernah menikah (sebelum dengan ayah anaknya) namun suaminya salah pergaulan. Uang kerap hilang, hingga akhirnya ia tidak tahan dan berpisah dengan suaminya.

Di masa tuanya ini, ia bekerja serabutan. Sebelum bekerja di rumah saya, ia mengasuh anak dari usia bayi hingga anak tersebut masuk PAUD. Dengan low-wage job semacam itu, ia masih bisa menyekolahkan anaknya. Ia juga professional karena kerjanya baik. Karena itulah mungkin rejekinya tetap mengalir.

When I told my husband about her story, saya bilang ceritanya mirip sinetron. Saya dan suami merasa jauh lebih beruntung dengan kondisi kami and I begin to reset my standard of complain. Memalukan sekali rasanya jka saya mengeluh terlalu lelah mengurus dua anak tanpa pembantu sementara  Emak saat seusia saya sudah pasti jauh lebih lelah, fisik dan mental. Saya masih melihat gurat keras karakter di wajahnya. She’s a fighter.

Emak hanyalah salah satu contoh pelajaran hidup yang bisa saya petik dari sekian banyak ART yang pernah bekerja di keluarga saya. Beberapa bulan lalu, ibu mertua mendapat ART yang sebenarnya bukan ART. Back then, mereka petani tembakau yang cukup berada di desanya. All of a sudden, the tobacco price dropped. Miskin mendadak. Mendadak cari pekerjaan whatever it was yang penting bisa makan. Ibu ini membawa serta anak gadisnya yang baru lulus SMP untuk sementara tinggal di rumah mertua saya sambil mencari kerja although I was so sure she didn’t want to work. She wanted to continue to high school. Life is that hard.

So, how hard your life is now, there are lots of people out there who suffer more. Boleh lah, sesekali kalo capek disalurkan dengan curhat ke suami atau keluarga, tapi jangan sering-sering sampai suami jengah. Jalani hidup dengan penuh rasa syukur, termasuk menghargai waktu yang ada dengan melakukan kegiatan bermanfaat. Seperti saya sekarang ini, misalnya, melihat timeline Instagram online bookshops yang sedang live shopping di Big Bad Wolf Books Surabaya, hahah… Kalau ini bermanfaat meredakan stress lah ya…


P.S.: Maaf kalau ending tulisannya enggak banget.

2 comments:

  1. Harus banyak2 bersyukur ya mbak..
    Btw, kalo saya meredakan tresnya makan.. Hahaha

    ReplyDelete
  2. Oiya, saya follow ya mbak..
    Boleh kalo mau folback 😁

    ReplyDelete