Akhir-akhir
ini, kepala saya sering dibuat pening oleh Aksa, anak sulung saya yang berusia
4,5 tahun. Bagaimana tidak, ia sedang senang-senangnya melempar mainan ke arah
adiknya dan ibunya, dengan atau tanpa sebab. Saya yang kadang sudah terlalu
lelah berkutat dengan urusan rumah tangga pun sering tersulut emosinya dan
akhirnya membentak atau menghukumnya. Hanya sesal yang ada setelah itu.
Ketika
minggu lalu ada sharing session
mengenai manajemen emosi yang diadakan oleh JMP (Jogja Muslimahpreneur
Community), saya pun langsung memutuskan untuk ikut. Pembicaranya adalah Hendri
Harjanto, Trainer dan Grafolog, Founder Omah Tentrem.
Ternyata, emosi
itu tidak melulu berbentuk negatif lho. Beliau mengambil contoh film Inside
Out, yang menggambarkan bahwa setiap bentuk emosi memiliki tugasnya
masing-masing. Nah, untuk bisa mengelola emosi dengan baik, kita harus memahami
bahwa emosi itu melibatkan otak dan hati. Dimanakah hati? Menurut Pak Hendri
sih di jantung, pusat kehidupan seseorang karena ialah yang memompa darah ke
seluruh tubuh.
Nah, kenapa
kita kalau kelepasan marah seringnya menyesal kemudian? Karena bagian otak yang
bekerja kala itu adalah pikiran bawah sadar kita. Saya lumayan kaget ketika
tahu bahwa pikiran bawah sadar kita itu memegang peranan sekitar 80-90%
sementara pikiran sadar kita hanya sekitar 5-10%. Yang perlu kita sadari,
pikiran bawah sadar atau unconscious mind
ini terbuka lebar (menyerap sesuatu) ketika ia dalam kondisi intens. Jadi,
ketika anak dalam keadaan takut dan kita memarahinya, tahu kan, apa yang ia simpan
di otaknya?
Masih
berhubungan dengan otak, Pak Hendri juga berbagi informasi tentang gelombang
otak. Karena ketika bagian ini Aksa minta ke toilet, pemahaman saya kurang
utuh. Intinya sih, gelombang otak manusia ada gamma, beta, alpha, theta, delta.
Ketika kita sadar seperti ini, otak kita berada pada gelombang beta. Gelombang
alpha terjadi saat kita mengantuk namun tetap sadar. Karena itu, gelombang
alpha digunakan untuk proses hypnosis karena
menghubungkan pikiran sadar dan bawah sadar. Sementara itu, gelombang theta
muncul saat kita dalam kondisi tertidur ringan atau dalam kondisi ibadah yang
khusyuk. Bayi dan balita mostly
memiliki gelombang theta dan alpha karena mereka tidur 12 jam sehari. Kedua gelombang ini adalah pikiran bawah
sadar, sehingga anak-anak mudah menerima perkataan orang lain apa adanya. So,
sortir kata-kata kita ya buibu khususnya kalau sedang emosi..
Oke, dari
penjelasan di atas, kurang lebih kita jadi tahu bahwa pikiran bawah sadar
memiliki peranan yang besar, termasuk ketika kita sedang dalam keadaan emosi
yang kurang stabil. Lantas, bagaimana solusinya?
Orang
Indonesia (kata Pak Hendri ya, saya tidak tahu benar tidaknya) rata-rata
memiliki dua kebiasaan terkait dengan emosi. Pertama, melampiaskan. Kalau
diibaratkan bisa seperti magic jar
saat sedang proses menanak nasi: keluar asapnya saja tapi nasinya masih di
dalam. Kedua, menekan. Kalau yang ini ibaratnya seperti pegas: jika ditekan
terus maka suatu saat akan melontar. So, keduanya sama-sama kurang sehat ya.
Ujung-ujungnya menyesal deh.
Nah, agar
emosi negatif tersalurkan dengan lebih sehat, caranya adalah AIR.
Akui-Ijinkan-Relakan. Misalnya, kita bad mood karena sariawan yang tak kunjung
sembuh. Maka, akui saja kalau kita memang merasa kesal dan terganggu dengan adanya
penyakit tersebut. Lalu, ijinkan penyakit tersebut untuk menghuni mulut kita
untuk sementara waktu. Lihat sisi posistifnya. Mungkin saja sariawan tersebut
adalah pertanda kita harus lebih memperhatikan kesehatan, atau mungkin dengan
adanya sariawan tersebut, kita jadi lebih sedikit ngomelin anak dan suami,
hahah.. Terakhir, relakan. Relakan segala rasa sakit dan kesal itu untuk kita
alami dan kemudian pergi.
Mudah ya
bacanya.. Susah ngejalaninnya J
Untuk bisa
pintar mengelola emosi, tentu saja kita harus berlatih. Yang dilatih adalah
menjangkau pikiran bawah sadar kita, karena disanalah semua berasal. Pengulangan
bisa menjadi salah satu caranya. Jangan terlampau sedih kalau belum berhasil,
ya. Yang penting semangat untuk berubah tidak hilang. proses transformasi ini
memiliki pola: tidak sadar-sadar-berlatih-berubah. Semua manusia bisa berubah,
asalkan ia mau.
Satu lagi. Kita
bisa mengubah orang di sekitar kita dengan gelombang elektromagnetik yang kita
miliki. Ternyata, setiap orang memancarkan gelombang. Pernah merasakan hatinya
mendadak adem ketika datang mengunjungi suatu masjid? Itu adalah salah satu
contoh bahwa gelombang elektromagnetik orang-orang yang pernah beribadah disana
tertinggal dan memancarkan energi positif.
Kalau kita
sedang uring-uringan sejak mata terbuka di pagi hari, bisa saja orang serumah
mendadak “kesamber” gelombang negatif kita. Karena itu, melatih diri untuk
mengatur emosi tadi penting sekali, apalagi saya menghadapi makhluk-makhluk
mungil yang siap mencontoh saya 24 jam! Jangan sampai di kemudian hari kita
menyesal.
Jadi, sudah
siap berlatih dan berubah ya!
0 komentar:
Post a Comment