Sunday, November 10, 2019

Survey SD di Jogja Utara (Part 2: SDIT BIAS Palagan)


Post ini adalah bagian dari perjalanan saya mencarikan SD untuk si kakak. Baca review sebelumnya di sini.

Perkenalan saya dengan BIAS (Bina Anak Soleh) berawal pada tahun 2009 saat saya lulus kuliah dan tergiur dengan tawaran mengajar di sana. Sayang, calon guru diharuskan belajar di sekolah keguruan khusus jaringan BIAS, dengan membayar biaya layaknya kuliah.

Kini, 10 tahun berlalu dan BIAS sudah menjadi salah satu sekolah Islam terpadu yang cukup terkenal. Suami sempat mengajak si kakak melihat ke TKIT BIAS, waktu ia masih mogok di sekolah lamanya. Tapi, ia terlajur jatuh cinta dengan TK lain, haha.. Saya juga ragu memasukkan kakak ke BIAS waktu itu karena full day hingga jam 3 dan biayanya mahal.


Nah, sebagai rangkaian dari survey SD kemarin, akhirnya saya berhasil membujuk kakak untuk ke BIAS lagi, kebetulan bangunan TK jadi satu dengan SD. BIAS yang kami kunjungi adalah yang berada di Jalan Palagan, fyi. Saya tidak tahu mengapa kakak awalnya tidak mau mengunjungi BIAS. Padahal, dari video yang direkam oleh suami, ia tampak menikmati sesi pedekate ustadzah saat itu. Makanya, sewaktu kakak bilang “mau”, saya dan suami tidak ragu lagi untuk segera mengunjungi BIAS.
Bangkunya masih warna-warni, lho..
Saat berkunjung ke sana, ternyata sekolahnya mengingatkan saya akan sekolah alam tempat saya bekerja dulu dengan bangunan kayu semi terbuka dan berbagai hiasan yang membuat ruangan lebih berwarna. Kami disambut oleh seorang ustadzah yang menjelaskan sepintas mengenai aktivitas harian, kurikulum dan cara pengajaran, serta biaya. Si adek sibuk bermain dengan sejenis lego yang disediakan di ruang tamu, sementara si kakak yang tadinya keukeuh ga mau masuk menjadi tergoda ikut bermain.

Ruang kelas semi outdoor. Ini bagian belakang kelas, banyak mainan ya..
Salah satu statement yang saya suka dari ustadzahnya adalah, “Di sini anak nggak kerasa belajar. Kami memanfaatkan lingkungan sekitar untuk belajar, jadi kelas hanya seperti tempat singgah.” Saya pun mulai berdoa dalam hati semoga kakak mau sekolah di sini. Saya tahu, biayanya mahal. Tapi rasa senang anak ketika belajar akan membekas selamanya dan mempengaruhi persepsinya di kemudian hari tentang proses belajar itu sendiri.

Untuk uang masuk yang wajib dibayarkan sekitar 11 juta, ditambah dengan biaya seragam dan lain-lain menjadi 16 juta sekian kalau tidak salah. Nah, yang agak nyesek memang SPP nya yang mencapai 1,7 juta per bulan dan biaya tahunan 2,6 juta. Semoga dimudahkan rezekinya, aamiin.

Alhamdulillah, kami diperbolehkan untuk melihat-lihat ke dalam kelas dan sekolah. Ustadzah pun mendampingi sambil menjelaskan proses belajar yang biasa berlangsung di BIAS. Kalau tidak salah, untuk cabang Palagan baru sampai kelas 2 SD. Saya melihat kelasnya terang karena banyak jendela, tapi tidak panas karena banyak pohon dan sirkulasi udara bagus. Saat kami datang, kelas playgroup sedang belajar di selasar SD (murid SD sedang outing) sehingga atmosfernya teduh dan nyaman. 
Cuma memang kalau hujan, anak-anak terpaksa belajar di kelas saja. Gapapa lah ya, setidaknya setengah tahun bisa outdoor learning.

Perpustakaan 
Perpustakaannya memang nggak semewah SDIT Luqman Al Hakim, karena hanya sebuah rak di serambi (jika dapat disebut sebagai perpustakaan). Tapi saya suka buku-bukunya, hampir semua kisah Islami dan cerita nabi meski sudah lusuh. Tandanya, buku-buku tersebut sering dibaca, bukan sekadar pajangan. Tapi tetep yaa, harusnya ada pembaruan buku per tahun dalam jumlah signifikan. Kan, uang masuknya lumayan… (heyyy, belum jadi murid aja udah protes)

Nilai plus lain yang saya suka dari sekolah ini adalah masih adanya playground untuk siswa SD meskipun sharing dengan playgroup dan TK. Saya nggak bayangin kalau anak yang baru masuk SD, langsung full day tapi ga ada space yang layak buat bermain. Kan, SD kelas 1 masih masa transisi ya. Momen pertama akan selalu membekas, maka jadikanlah hal tersebut menyenangkan.

Ini pas terik. Di seberangnya ada kelas TK-PG, ayunan, pohon besar
Toilet
Apalagi yang memikat hati saya? Toilet. Yesss, saya memang orang yang lumayan picky soal toilet, walau kadarnya sudah jauh menurun sejak punya anak. Toilet di BIAS berjajar di ruang terbuka dan bersih. Kebetulan, kemarin lagi ada kelas yang praktek masuk kamar mandi (entah belajar wudhu atau adab masuk WC) dan ustadzahnya memimpin bacaan doa dengan anak-anak yang berbaris rapi di depan pintu toilet. Kalau musim hujan nanti, mungkin butuh payung kalau mau pipis, secara toilet merupakan bangunan yang terpisah dari kelas.

Baiklah, sekian review saya. Masih belum kepikir mau ke mana lagi setelah Luqman dan BIAS. Ada rekomendasi?


P.S: Tulisan ini juga sekaligus dimaksudkan untuk menyambut writing challenge dari Mbak Nikmah di grup watsap Antologi Gemar Rapi. Kata-kata yang dicetak tebal adalah bentuk tantangannya, yaitu dengan cara memasukkannya ke dalam tulisan.


0 komentar:

Post a Comment