www.eastbayri.com |
Tidak terasa setahun sudah saya mendampingi si
kecil, menjalani hari sebagai stay-at-home mom. Ini adalah suatu pencapaian
bagi saya yang tidak pernah menganggur lebih dari sebulan. Bisa ditebak, hasrat
untuk kembali mengajar (saya seorang guru) sudah sangat menggebu. Dua kali saya
lewatkan tawaran mengajar karena Aksa tidak ada yang menjaga.
Susah sekali menemukan pengasuh anak di sini,
bahkan tetangga saya sampai "tega" meninggalkan anaknya yang berusia 4
tahun sendiri di rumah, hanya dengan pengawasan tetangga depannya. Saya paham,
karena dia tidak ada pilihan.
Daycare terdekat kondisinya sungguh
memprihatinkan. Selain kurang higienis, tenaga pengasuhnya pun hanya dua orang
untuk jumlah anak di atas 10. Akhirnya saya memutuskan untuk tetap di rumah,
hingga
menemukan pengasuh ataupun daycare yang layak.
Suatu sore, secara tidak sengaja saya bertemu
dengan ibu ini. Saat sedang menemani Aksa bermain di luar rumah, si ibu dan
anaknya melintas. Sang anak (kira-kira usianya 4 tahun) pun mengajak Aksa untuk
ikut. Tak diduga, anak saya mau saja ikut dengan mereka. Saya pun mengikuti
dari belakang hingga akhirnya si ibu bertanya apakah saya punya pengasuh. Saya
jawab tidak. Ia merespon jawaban saya dengan bercerita mengenai temannya yang
seorang pengasuh tetapi galak terhadap anak yang diasuhnya. Entah apa maksudnya,
saya dengarkan saja sambil tetap mengikuti Aksa berjalan.
Sampai di tikungan, si ibu menggendong Aksa,
dan anak saya pun mau saja digendong hingga lebih dari 15 menit. Hingga
akhirnya si ibu menawarkan jasa mengasuh Aksa. Alasannya, ia butuh uang untuk
membeli popok dan susu untuk anaknya sementara suaminya sudah meninggal.
Saya sempat bersyukur dalam hati, apakah ini
"lampu hijau" dari Tuhan untuk kembali bekerja?
Ia meyakinkan saya bahwa pengalamannya
mengasuh anak sudah tidak diragukan lagi, begitu pula dengan ketelatenan dan
kasih sayangnya terhadap yang diasuh. Meskipun, wajahnya tidak pernah tersenyum
selama setengah jam saya berinteraksi dengannya.
Si ibu pun memberikan nomornya jika nanti saya
mau menggunakan jasanya. Di tengah percakapan kami, tiba-tiba anaknya nyelonong
masuk ke kedai pempek dan menonton orang yang sedang makan. Si ibu pun sontak
berteriak kepada anaknya, "Heh! Keluar kamu..! Mama cubit ya kalau kamu
masih disitu..!" Kurang lebih seperti itu kata-katanya, karena saya cukup
kaget mendengarnya.
Sampai rumah pun saya bercerita pada suami
tentang tawaran si ibu tadi. Suami menyarankan untuk mengenalnya lebih jauh
dulu, karena tidak ada orang yang bisa memberikan referensi. Tidak lupa, saya
pun solat malam untuk memohon petunjuk, karena anak adalah amanah dan keputusan
ini adalah hal yang besar bagi saya dan suami.
Sore hari berikutnya, si ibu sudah berada di
depan rumah saya saat saya kembali dari jalan sore dengan Aksa. Meskipun tidak
menyatakan secara langsung, saya tahu ia masih berharap untuk mengasuh Aksa. Ia
pun mengajak Aksa ke warung dengan anaknya, Aksa pun lagi-lagi mau.
Kembali saya ikuti mereka. Setibanya di
warung, obrolan pun terjadi lagi. Sempat saya tawarkan
pekerjaan mengasuh di RT sebelah, namun ia
menolak dengan alasan yang tak jelas (karena bicaranya selalu cepat dengan
wajah bersungut, saya jadi tidak konsen, haha..). Hingga akhirnya, dia bertanya
apakah Aksa memiliki bola kuning, karena ia melihat bola tersebut di selokan.
Saya yakin itu bola Aksa, walau bingung bagaimana bola tersebut bisa keluar pagar.
kemudian si ibu melanjutkan, "COba ibu cek dulu deh bolanya, biar saya
jagain anaknya disini."
Mendadak rasa tidak enak menyergap, dan dengan
1001 alasan saya ambil Aksa dari pangkuannya kemudian kembali ke rumah, dan
mengunci pagar.
Saya pun mulai melogika awal pertemuan dengan
si ibu, gosipnya tentang pengasuh galak, bentakannya pada si anak, wajahnya
yang tanpa senyum, hingga permintaan terakhirnya yang membuat saya bernegative
thinking bahwa ia akan membawa Aksa pergi saat saya mengecek bola.
Akhirnya saya mengambil kesimpulan, si ibu
tidak akan mengasuh Aksa. Saya sudah tidak "tergoda" lagi untuk kembali
bekerja jika Aksa saya titipkan pada si ibu.
Beberapa minggu kemudian, saya bertemu dengan
mantan babysitter tetangga saat sedang belanja sayur. Ia mengutarakan
keinginannya untuk kembali bekerja di tetangga saya. Sayangnya, sang tetangga
sudah punya pengasuh yang baru.
Sempat terlintas di benak saya untuk
memintanya mengasuh Aksa sehingga saya bisa kembali bekerja.Hingga ia bercerita
mengenai majikannya yang terakhir.Tepatnya, bergosip tentang majikannya
tersebut. Saya sampai tidak enak mendengarnya karena ceritanya begitu rinci.
Dahulu, ia pun juga pernah menggosipkan tetangga saya yang saat itu masih
berstatus majikannya.
Saya pun akhirnya tersadar, dan mulai berpikir
jernih lagi. Walaupun ia telaten dan berpengalaman, kebiasaannya bergosip sudah
menimbulkan perasaan yang tidak nyaman di hati. Kembali saya mengambil
kesimpulan, ia (juga) tidak akan mengasuh anak saya.
Beberapa hari yang lalu, saya mendapat sms
dari mantan rekan kerja.
"Gimana Bu, Aksa sudah ada yang mengasuh
belum? Guru kelas 5 resign nih.."
Saya pun membalas, "Ada sih yang mau mengasuh,
Pak...Cuma belum sesuai standar, hehe.."
Akhirnya saya memilih untuk mendengar kata
hati, walaupun tawaran kerja di depan mata dan calon pengasuh tinggal pilih
saja :)
see the published version on http://mommiesdaily.com/2014/10/21/rpicmemilih-pengasuh-dengan-hati/
0 komentar:
Post a Comment