Post ini
adalah bagian dari perjalanan saya mencarikan SD untuk si kakak. Baca review
sebelumnya di sini.
Perkenalan
saya dengan BIAS (Bina Anak Soleh) berawal pada tahun 2009 saat saya lulus
kuliah dan tergiur dengan tawaran mengajar di sana. Sayang, calon guru
diharuskan belajar di sekolah keguruan khusus jaringan BIAS, dengan membayar
biaya layaknya kuliah.
Kini, 10
tahun berlalu dan BIAS sudah menjadi salah satu sekolah Islam terpadu yang
cukup terkenal. Suami sempat mengajak si kakak melihat ke TKIT BIAS, waktu ia
masih mogok di sekolah lamanya. Tapi, ia terlajur jatuh cinta dengan TK lain, haha.. Saya juga ragu memasukkan kakak
ke BIAS waktu itu karena full day hingga jam 3 dan biayanya mahal.
Nah, sebagai
rangkaian dari survey SD kemarin, akhirnya saya berhasil membujuk kakak untuk
ke BIAS lagi, kebetulan bangunan TK jadi satu dengan SD. BIAS yang kami
kunjungi adalah yang berada di Jalan Palagan, fyi. Saya tidak tahu mengapa kakak awalnya tidak mau mengunjungi
BIAS. Padahal, dari video yang direkam oleh suami, ia tampak menikmati sesi
pedekate ustadzah saat itu. Makanya, sewaktu kakak bilang “mau”, saya dan suami
tidak ragu lagi untuk segera
mengunjungi BIAS.
Bangkunya masih warna-warni, lho.. |
Saat
berkunjung ke sana, ternyata sekolahnya mengingatkan saya akan sekolah alam
tempat saya bekerja dulu dengan bangunan kayu semi terbuka dan berbagai hiasan
yang membuat ruangan lebih berwarna. Kami disambut oleh seorang ustadzah yang
menjelaskan sepintas mengenai aktivitas harian, kurikulum dan cara pengajaran,
serta biaya. Si adek sibuk bermain dengan sejenis lego yang disediakan di ruang
tamu, sementara si kakak yang tadinya keukeuh ga mau masuk menjadi tergoda ikut
bermain.
Ruang kelas semi outdoor. Ini bagian belakang kelas, banyak mainan ya.. |
Salah satu statement yang saya suka dari
ustadzahnya adalah, “Di sini anak nggak kerasa belajar. Kami memanfaatkan
lingkungan sekitar untuk belajar, jadi kelas hanya seperti tempat singgah.”
Saya pun mulai berdoa dalam hati semoga kakak mau sekolah di sini. Saya tahu,
biayanya mahal. Tapi rasa senang
anak ketika belajar akan membekas selamanya dan mempengaruhi persepsinya di
kemudian hari tentang proses belajar itu sendiri.
Untuk uang
masuk yang wajib dibayarkan sekitar 11 juta, ditambah dengan biaya seragam dan
lain-lain menjadi 16 juta sekian kalau tidak salah. Nah, yang agak nyesek
memang SPP nya yang mencapai 1,7 juta per bulan dan biaya tahunan 2,6 juta.
Semoga dimudahkan rezekinya, aamiin.
Alhamdulillah,
kami diperbolehkan untuk melihat-lihat ke dalam kelas dan sekolah. Ustadzah pun
mendampingi sambil menjelaskan proses belajar yang biasa berlangsung di BIAS.
Kalau tidak salah, untuk cabang Palagan baru sampai kelas 2 SD. Saya melihat
kelasnya terang karena banyak jendela, tapi tidak panas karena banyak pohon dan
sirkulasi udara bagus. Saat kami datang, kelas playgroup sedang belajar di
selasar SD (murid SD sedang outing)
sehingga atmosfernya teduh dan nyaman.
Cuma memang kalau hujan, anak-anak terpaksa belajar di kelas saja. Gapapa lah ya,
setidaknya setengah tahun bisa outdoor
learning.
Perpustakaan |
Perpustakaannya
memang nggak semewah SDIT Luqman Al Hakim, karena hanya sebuah rak di serambi
(jika dapat disebut sebagai perpustakaan). Tapi saya suka buku-bukunya, hampir
semua kisah Islami dan cerita nabi meski sudah lusuh. Tandanya, buku-buku
tersebut sering dibaca, bukan sekadar pajangan. Tapi tetep yaa, harusnya ada
pembaruan buku per tahun dalam jumlah signifikan. Kan, uang masuknya lumayan…
(heyyy, belum jadi murid aja udah protes)
Nilai plus
lain yang saya suka dari sekolah ini adalah masih adanya playground untuk siswa
SD meskipun sharing dengan playgroup dan TK. Saya nggak bayangin kalau anak
yang baru masuk SD, langsung full day tapi ga ada space yang layak buat
bermain. Kan, SD kelas 1 masih masa transisi ya. Momen pertama akan selalu membekas, maka jadikanlah hal tersebut
menyenangkan.
Ini pas terik. Di seberangnya ada kelas TK-PG, ayunan, pohon besar |
Toilet |
Apalagi
yang memikat hati saya? Toilet. Yesss, saya memang orang yang lumayan picky soal toilet, walau kadarnya sudah
jauh menurun sejak punya anak. Toilet di BIAS berjajar di ruang terbuka dan
bersih. Kebetulan, kemarin lagi ada kelas yang praktek masuk kamar mandi (entah
belajar wudhu atau adab masuk WC) dan ustadzahnya memimpin bacaan doa dengan
anak-anak yang berbaris rapi di depan pintu toilet. Kalau musim hujan nanti,
mungkin butuh payung kalau mau pipis, secara toilet merupakan bangunan yang
terpisah dari kelas.
Baiklah,
sekian review saya. Masih belum kepikir mau ke mana lagi setelah Luqman dan
BIAS. Ada rekomendasi?